Mimpi...
Kata yang begitu sederhana. Tapi punya makna yang begitu dalam bagi setiap orang.
Mimpi...
Terkadang seseorang terlalu larut dalam bayangan, hingga terlena dan mengabaikan bahwa mimpi itu bukan hanya sebuah kata, bukan sekedar angan tapi lebih dari itu, harus diwujudkan.
Bagaimana mewujudkan angan? Tentu saja dengan berbagai macam aksi.
Hanya mereka yang percaya sebuah mimpi adalah bagian dari tujuan hidup.
Hanya mereka yang percaya mimpi patut diperjuangkan.
Dan ini adalah kisah dan perjuangan mereka dalam kesederhanaan mimpi..
-Kaka Hy
Ini adalah tulisan dari teman-teman yang ikut berpetualang mimpi dalam tantangan menulis giveaway novel Stay With Me.
Terima kasih untuk kesediaan teman-teman mengikuti tantangan menulis ini. Lebih dari sekedar hadiah sebuah novel, saya ingin mengajak teman-teman untuk terus mengingat sebuah arti dari impian, bahwa mimpi tak sekedar diangankan tetapi diwujudkan. Terus dan bermimpilah seluas-luasnya, karena waktu terus berjalan dan mimpi akan pergi bila tak kau hiraukan.
Salam hangat
dil.se
Tadi pas gue lihat tweetnya kaka hy semacam bikin gue nanya lagi apa sih yang buat gue tetep ngelakuin hal yang seharusnya buat gue nyerah dari dulu. Alasan apa sih yang buat gue terus ngelakuin hal-hal yang kadang semacam nggak ada gunanya. Bahkan, kenapa sebagian besar tulisan-tulisan diblog gue adalah tentang hal ini.
Mimpi gue sampai saat adalah karya gue ada di rak-rak toko buku, berdampingan dengan karya Radit,Alit, Alex (yang besok september mau ngerilis) mbak Risa dan yang lainnya yang selalu gue lihat nongol di rak-rak toko buku. That’s is a BIG PICTURE.
Waktu dulu gue buat blog, pikiran pertama gue waktu itu adalah untuk mengubah dunia. Ya seperti tulisan pertama gue dulu di blog ini, lest change the world. Gue bilang kalo lakukan apa yang kita suka, dan tunjukan apa yang kita bisa lakukan dengan hal yang kita sukai itu. Karena gue yakin, setiap orang punya jalannya masing-masing untuk mengubah dunia. Menata tangganya satu demi satu agar mencapai apa yang mereka inginkan dengan semestanya. Mengubah dunia menurut gue seperti rumah dengan banyak pintu. Kita semua bermula di dalam rumah, ada atap, tertutup tembok. Pandangan kita terbatas hanya dengan melihat keluar dari jendela, kita merasa dunia sudah terefleksikan oleh pandangan kita dari jendela. Pada saat kita ingin keluar ada yang berangan-angan akan mudah, ada juga yang berangan-angan terlalu sulit hingga terlalu takut untuk keluar. Ada yang membuka satu pintu dan langsung terkenal. Ada juga yang memilih satu pintu dan langsung gagal. Ada pintu yang mudah dibuka, dan ada juga pintu yang terkunci. Ada pintu yang terlihat cahaya terang menuju pekarangan rumah, ada juga pintu gelap dengan pandangan hutan belakang rumah.
Ya, nggak ada yang tau kita dapat pintu yang mana. Dan gue bilang, pilih pintu yang lu suka. Entah jalan seperti apa yang nanti ada di depannya, setidaknya pertanggungjawaban kita terhadap apa yang seharusnya kita lakukan karena hati kita menyukainya. Terserah proses seperti apa yang nanti kita lakukan.
Gue suka nulis. Gue suka nulis karena gue ingin apa yang ada dipikiran gue bisa sampai ke orang lain. Apa yang gue ingin katakan, yang nggak bisa semua orang dengar itu tersampaikan dengan membaca apa yang benar-benar ingin gue sampaikan. Dan gue yakin ini pintu yang buat gue bisa mengubah dunia suatu saat nanti. Walaupun gue nggak tau, pintu seperti apa yang akan gue dapat. Gue nyusun naskah judulnya #dreamythology yang ngebahas tentang bagaimana mimpi itu bekerja, tentang gue dan ketidak fokusan gue pada suatu hal (ADHD), yang gue impi-impikan bisa kayak yang gue ceritakan di atas. Mejeng di rak-rak toko buku. Udah hampir setengah tahun, dan hasilnya nggak kelihatan. Loh kok bisa? Katanya seneng nulis, kok nggak kelihatan ?
Dimana-mana yang susah adalah prosesnya. Gue suka proses nulis, tapi proses dalam hidup gue yang lain memaksa gue untuk tidak memberikan banyak waktu dalam proses menulis ini. Waktu gue dihabiskan untuk ngantor, hingga belajar untuk bisa bahasa jepang. Karena waktu yang nggak ada, tanpa sadar memaksa gue tidak menyukai proses yang panjang. Gue yang awalnya selalu nyiapin main purpose disetiap apa yang gue tulis, hilang sama sekali. Setiap gue mau ngelanjutin ke naskah, gue nggak ada greget. Akhirnya gue pindah ke blog, yang mungkin hanya satu atau dua jam udah kelar dan langsung ketauan hasilnya. Karena hal yang berulang-ulang membuat gue terlalu nyaman diblog, dan tulisan gue terbengkalai. Yang benar, gue gagal.
Hingga suatu ketika, gue sadar kalo ada yang salah. Gue nggak pernah senyaman ini dalam berpikir, gue nggak pernah setidak berpikir ini dalam menulis, gue nggak pernah sesedikit ini berimajinasi dalam menulis. Gue tersadar kalo gue bodoh, gue meninggalkan suatu proses hanya untuk sesuatu yang instan. Dan yang instan itu membuat gue tidak berpindah dari titik yang sama saat gue memulai sebuah proses itu. Gue yakin, setiap orang melalui prosesnya. Hanya saja kita terlalu fokus pada apa yang mereka hasilkan, hingga kita lupa untuk mengambil sedikit bagian untuk masuk dalam proses mereka.
Gue begitu yakin, nama-nama penulis di atas adalah orang-orang yang sangat mau menyisihkan waktunya untuk melewati proses. Gue begitu yakin dengan itu. Karena sebuah proses nggak akan pernah berkhianat pada keberhasilan. Orang-orang nggak akan datang melihat karya gue atau membaca tulisan gue jika mereka nggak percaya dengan proses yang udah gue lalui. Gue selalu pegang kata-kata itu dalam hati gue. Bahwa semua karya ada hal besar di dalamnya, dan hal besar itu nggak datang begitu aja. Dan akhirnya gue memulai lagi sesuatu yang harusnya gue mulai dari setengah tahun yang lalu, bagaimana gue harus kembali lari kencang setelah lama gue duduk dimobil ber-AC yang ternyata hanya parkir di sebuah minimarket.
Sumber :
https://berfikirlagi.wordpress.com/2015/04/18/parkir/
Sumber :
http://fatayaazzahra.blogspot.com/2015/04/aku-dan-impianku.html
Aku, Tya Pramesti yang bermimpi ingin menjadi seorang pengusaha sukses. Umurku masih 16 tahun, dan aku sama sekali tidak mengerti tentang berbisnis. Itu sudah pasti menjadi hal yang mustahil bagi orantuaku. Aku selalu mendapat kritikan yang kurang enak didengar dari orang tuaku. Tapi aku tetap optimis dan pantang menyerah. Aku akan buktikan pada mereka bahwa aku bisa dan akan berhasil.
Aku memulai impianku dengan belajar tentang berwirausaha. Aku search di google, menonton film tentang perjuangan karir seseorang hingga dia sukses, mencari cerita tentang pengembangan karir dan lain sebagainya. Setelah aku yakin bahwa aku bisa, aku memulai usaha kecil-kecilan yaitu dengan berjualan online. Awalnya memang sulit tapi aku terus berusaha demi mimpiku.
Aku menceritakan usahaku ini kepada orangtuaku. Mereka tidak terlalu meresponnya dengan baik tapi biarlah, aku percaya kerja kerasku tidak akan mengecewakanku. Dan aku juga percaya bahwa ibuku sebenarnya setuju tapi hanya saja beliau masih ragu. Ibuku hanya memberikanku modal sebesar Rp 250.000. Awalnya aku menganggap itu uang yang cukup sedikit, tapi setelah aku fikir-fikir, uang yang sedikit itu bisa menjadi 3 kali lipat banyaknya jika aku terus semangat dan berjuang.
Aku memulai bisnis online dengan menawarkannya kepada teman dan saudara. Aku juga sempat menawarkan pada beberapa orang melalui email. Aku sempat berfikir untuk segera memiliki toko tempat usahaku sendiri. Karena jika dipikir menggunakan logika, jika kita berjualan online tidak semua orang akan tau tapi jika kita membuka tempat usaha sendiri sudah pasti orang-orang di sekitar kita akan tau. Apa lagi jika tempat itu di daerah yang strategis, pasti banyak yang lewat dan melihat. Yang awalnya hanya ingin lihat-lihat saja siapa tau jadi berminat untuk membeli. Tapi masalahku tetap sama yaitu keraguan dari kedua orangtuaku. Aku memang harus benar-benar membuat mereka percaya bahwa aku bisa.
Tapi membuat mereka percaya itu tidak mudah. Aku perlu membuktikan pada mereka bahwa aku bisa mendapatkan pelanggan yang banyak, sedangkan untuk mendapatkan pelanggan yang banyak dengan berbisnis online itu tidak mudah, butuh waktu berbulan-bulan. Aku terus memohon kemudahan dan petunjuk dari Allah. Semoga aku memang dapat membuat impianku itu nyata.
Sudah sebulan aku menjalankan bisnis online ku ini dan dalam sebulan aku baru mendapat tiga pelanggan. Bagaimana bisa aku membuat kedua orangtuaku percaya jika dalam sebulan saja aku baru mendapat tiga orang pelanggan. Tapi saat aku memberi tau Ibu tentang pelangganku itu, terlihat ada respon senang dari raut wajahnya, ya walau tidak terlalu diperlihatkan tapi aku tau raut wajah itu. Aku semakin optimis dan percaya bahwa aku bisa.
Aku sempat berfikir untuk mencari kerja tambahan sebagai tambahan modalku. Aku pernah membaca tawaran pekerjaan sebagai marketing di sebuah dealer, tapi ternyata itu hanya untuk mahasiswa dan mahasiswi. Lalu, aku berusaha membantu temanku yang menjadi salah satu member kosmetik. Tapi kalau dari dia tentu saja hasilnya minim karena dia saja penghasilannya pas-pasan terus mau menggaji aku, tentu saja aku hanya dapat 5% dari penghasilan dia. Ya sudahlah, aku tetap fokus pada usahaku ini.
Aku sampai memplaning tujuan hidupku di masa depan. Aku membayangkan jika aku lulus SMK dan mengambil kuliah jurusan manajemen lalu aku juga bekerja di sebuah perusahaan swasta, aku pasti dapat membangun sebuah toko sendiri.
Dan sampai sekarang aku masih bertekad untuk impianku itu. Aku terus berjualan online tanpa patah semangat dan terus belajar untuk dapat melanjutkan kuliah serta dapat membuat tempat usaha sendiri.
sumber :
Saat kelas 6, gue menyadari kalau UN sangatlah penting mengingat gue harus bisa dapet SMP negeri. Berbagai usaha gue lakukan. Mulai dari rajin ikut pendalaman materi, latihan soal, dan banyak menghapal. Untung aja gue nggak sampai melakukan hal-hal musyrik layaknya abege labil demi lulus SD.
Berbagai usaha dilakukan, namun terasa belum maksimal. Hal itu ditandai dengan nilai rapor gue yang kacau di semester satu. Gue rasa belajar gue kurang full dan gue memutuskan ikut les tambahan. Dan masalah kembali muncul, gue berangkat les naik apa?
Di jam-jam istirahat, gue dan temen gue yang juga mau ikut les, Juang, berbincang mengenai rencana kita.
“Lu juga mau les, By?” kata Juang sambil makan mie.
“Iya, gue sih maunya gitu. Tapi gue bingung nanti gue les naik apa.” Jawab gue dengan nada pesimis.
“Tenang, kan ada gue, Nanti kita bisa boncengan bareng naik sepeda gue ke tempat les.”
Dengan nada semangat gue jawab, “Oke, nanti pulang sekolah kita langsung mulai les.”
“Nggak langsung nanti juga kali, by.”
Sampai akhirnya gue udah mulai les tiap sore. Gue ngeliat temen-temen di tempat les, yang mayoritas temen sekelas di sekolah, naik sepeda berangkat les dan gue merasa ngiri dan minder karena gue sendiri yang nggak bisa naik sepeda. Ada satu lagi yang membuat gue minder berangkat les: Orang yang gue suka satu tempat les sama gue! Tengsin abis gue ketauan nggak bisa naik sepeda.
Mama gue dari dulu kepengen banget kalau gue bisa naik sepeda. Hampir kata-kata ini gue dengar tiap minggunya, “Masa kalah sama anak belum sekolah. Dia aja udah bisa naik sepeda lepas tangan, masa kamu sama sekali nggak berani naik sepeda.” Dan gue cuma bisa jawab “Itu lagi yang dibahas. Bosen, Ma.”
Dan setelah gue kelas 6, baru deh terasa kalau nggak bisa naik sepeda memang menyakitkan. Gue diejek temen sepergaulan (bocah-bocah SD yang biasa nongkrong di tukang mainan). Dan gue bertekad buat bisa naik sepeda demi nggak keliatan cemen di depan siapapun, termasuk gebetan.
Mimpi? Apa itu mimpi? Kalian pasti pernah mendengar dan juga pernah mengetahui apa yang dimaksud dengan mimpi. Kalau iya berarti kalian berhasil menjadi seorang pemimpi yang sama seperti saya. Mimpi memang hanyalah sebuah kata, kata sakral yang mampu menghipnotis kita untuk mewujudkannya. Orang yang tidak pernah tahu apa itu mimpi dan bahkan tidak punya mimpi sungguh kasihan orang itu . Mimpi adalah tantangan terbesar dalam hidup kita, semua orang harus mempunyai mimpi, agar hidup yang mereka jalani mempunyai arah dan tujuan yang jelas. Itu sebagian yang aku tahu tentang mimpi, dan inilah mimpiku, apa mimpimu?
1. Aku ingin pergi haji ke tanah suci mekkah
Semua orang islam di dunia pasti juga sama sepertiku, ingin pergi ke tanah suci mekkah sebagai penyempurna hidup dan iman. Ada baiknya, kita yang masih hidup jika mampu maka, wajib melaksanakan haji. Aku bukanlah mereka yang mampu, aku juga bukan orang yang terpuruk. Bisa dibilang aku ini adalah anak yang lahir dari keluarga sederhana. Kami hidup tidak bergelimpangan harta tapi hidup kami bahagia.
”Untuk apa harta banyak jika, kamu tidak memiliki keluarga yang menyayangimu.”
Aku bersukur pada Allah mempunyai keluarga yang sangat menyayangiku, dan menjagaku sampai aku menjadi seperti ini. Mimpiku memang tergolong keinginan yang sangat tinggi, untuk bisa ke tanah suci. Dengan biaya pergi haji yang mencapai 20 juta lebih, aku harus menabung selama berapa lama lagi? Aku pun tidak bisa menghitungnya. Tapi, bukankah mimpi itu bisa terwujud jika kita percaya “tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini jika Allah sudah berkehendak.”
Segala usaha dan segala cara sudah kulakukan untuk menabung agar bisa pergi ke tanah suci. Memulai usaha kecil di bisnis online. Melakukan promosi sana-sini di jejaring sosial, segala keringat dan lelah sudah pernah kulalui. Aku pun pernah ditipu oleh supplierku di facebook, aku mengira dia adalah orang baik tapi, ternyata hanya kata-kata manis di bibir saja yang ia lontarkan. Anehnya aku tidak menangis mengalami hal itu. Aku hanya mengelus pelan dadaku, dan berkata pada diriku sendiri. ”Sabar Allah pasti akan mengganti yang lebih banyak dari ini.” Itu yang membuatku semangat memulai kembali bisnis onlineku, dan Alhamdulillah rezeki memang sudah diatur olehnya. Aku pun bisa menabung kembali untuk pergi haji ke tanah suci. Terimakasih ya Allah ucapku sujud syukur.
2. Impianku yang kedua adalah melihat orang tuaku tersenyum dan bahagia melihat aku sukses
Aku tidak ingin mengecewakan mereka yang telah membiayai sekolahku, dan semua kebutuhanku. Aku ingin mereka bangga, melihat anak yang selama ini mereka besarkan bisa menjadi orang hebat, dan bisa berguna untuk orang lain. Caraku mewujudkannya adalah dengan semangat yang tidak pernah padam untuk menjadi sukses. Aku tidak pernah takut gagal.
”Karena kegagalan adalah awal dari kesuksesan.”
Aku juga percaya, semua usaha yang aku lakukan untuk sukses tidak akan sia-sia.
“Usaha tidak akan mengkhianati hasil.“
3. Aku ingin mengelilingi dunia
Sebagai orang yang suka dengan travelling, tentu mempunyai mimpi yang sama sepertiku, kan? Punya kesempatan berkeliling dunia melihat betapa indahnya dunia ini, dan tempat-tempat yang selalu menjadi daya tarik sendiri. Budaya, dan bahasa tidak akan menjadi penghalang jika kita mau belajar dan giat mempelajarinya. Uang mungkin adalah kendalanya. Tapi, jika kita mau mencoba segalanya, pasti akan menjadi mudah.
Caraku untuk mewujudkannya adalah dengan menabung. Lagi-lagi menabung. Karena, dengan uang banyak kita bebas mengelilingi dunia. Dengan uang juga, kita bisa membeli apa yang kita mau. Jadi, aku akan menabung agar bisa mewujudkan impianku itu. Kita juga perlu usaha dan tekad yang tinggi untuk bisa mewujudkannya. Karena dengan tekad, kita bisa jadi lebih berani menghadapi segala tantangan di sana.
“Jangan jadikan impian hanya sebagai angan-angan belaka. Tapi, jadikan impian sebagai titik akhir yang berhasil kau dapatkan.”
Semua impian yang telah kita tanam percayalah, pasti suatu saat akan berbuah manis.
Sumber :
Salah satu ciri-ciri manusia yang normal ialah mempunyai mimpi. Tak perlu kau malu-malu seperti itu, beranggapan bahwa orang yang bermimpi itu tidak realistis atau apalah itu. Pasti kau juga punya impian. Kalau kau masih keras kepala juga, yang namanya manusia pasti punya keinginan. Dan asal kau tahu, keinginan itu adalah unit satuan terkecil dari mimpi.
Dan sebagai manusia yang normal, aku juga mempunyai mimpi—bahkan banyak. Di antaranya ialah memiliki Ruang Buku.
Ruang Buku itu sebenarnya sama konsepnya seperti Rumah Baca atau bisa dibilang Perpustakaan—hanya label-nya saja yang kuganti. Terdengar mainstream memang. Tapi mau bagaimana lagi. Awalnya pengen punya Taman Baca itu dari sadar akan betapa membosankannya membaca di Perpustakaan. Sudahlah bukunya yang jarang di-update, sudah begitu suasananya yang terlalu monoton.
Lantas, Ruang Buku itu seperti Rumah Baca ataupun Perpustakan yang diinginkan banyak orang juga. Rumah Baca yang berisi buku-buku yang disusun secara artistik di rak-rak buku yang didesain seunik mungkin. Juga area membaca yang lesehan sehingga bisa tiduran. Atau bagi kamu yang ingin membaca di kursi, setidaknya nanti aku akan menyediakan sofa. Bukannya kursi tanpa bantalan sehingga membuat bokongmu pegal ketika sedang asyiknya membaca.
Selain karena faktor suasana Rumah Baca yang monoton, ada satu faktor terbesar. Yaitu, nasehat Buya—Ayahku—yang selalu kuingat. Jadilah berguna buat orang lain, seperti menjadi guru. Ambil contoh, misalnya guru TK yang mengajarkanmu membaca. Coba pikir-pikir, kalau sampai sekarang tidak ada dirinya, dan kamu tidak bisa membaca, maka bagaimana dengan hidupmu?
Begitu juga dengan impianku. Semoga saja, dengan impian ini, banyak orang yang bisa membaca di Ruang Buku dan mendapatkan ilmu ataupun manfaat dari buku-buku yang dibacanya. Walau hanya membaca buku-buku fiksi, tapi bukankah buku fiksi juga memiliki banyak manfaat? Salah satunya ialah ia mampu menghibur pembacanya.
Maka dari itu, mulai sekarang aku sedang gencar-gencarnya mengoleksi buku. Aku akui, untuk membuat Ruang Buku pasti membutuhkan buku yang banyak. Salah satu cara untuk mewujudkannya ialah dengan banyak memiliki buku-buku. Dan untuk memiliki buku-buku itu haruslah dibeli, tidak mungkin kucuri. Sebab, sama saja aku akan memberikan ilmu haram kepada orang yang membaca di Ruang Buku.
Namun tahu sendirilah. Harga buku sekarang terbilang mahal. Sekarang saja kalau pergi ke toko buku hanya bisa memborong dua buah buku. Tapi tidak apa, sedikit demi sedikit lama-lama jadi timbunan buku yang bisa disusun di Ruang Buku nantinya.
Tapi aku tidak patah semangat. Aku masih rajin ke pasar loak, seperti ke Titi Gantung yang menjual banyak buku-buku bekas tapi masih layak pakai. Dengan harga yang kecil dan mudah ditawar, sehingga bisa membawa pulang banyak buku untuk menjadi koleksi.
Acara cuci gudang juga selalu kudatangi. Seperti semalam, saat ada cuci gudang di Carefour, langsung kudatangi. Walau kocek sedang krisis, tapi masih aja aku tetap membeli dua buah buku.
Selain membeli buku-buku bekas layak pakai dan buku cuci gudang, aku juga hobi ikut Giveaway dan Blogtour. Lumayan juga kalau menang, hadiahnya buku dan bisa dijadikan koleksi. Walau terkadang lelah juga membuat postingan memboomingkan buku orang dari blogtour, tapi demi Ruang Baca impianku akan tetap kulakukan. Ataupun bagi penulis ataupun penerbit yang bukunya mau ku-review, dan memberiku bukunya dengan gratis ya, aku juga mau. Selain untuk Ruang Buku, aku juga manusia normal, kok. Suka gratisan.
Sekali lagi kubilang, tidak ada salahnya kan bermimpi. Kalau dipikir-pikir, impianku tadi sebenarnya bisa jadi tidak realistis, tapi cara ataupun proses menuju impian itu yang bisa membuat mimpi itu menjadi realistis. Jadi intinya, jangan pernah menghakimi orang lain sekaligus dirimu sendiri untuk bermimpi. Kuncinya satu, jangan hanya bermimpi, tapi wujudkan impian itu juga.
Impianku?
Aku ingin menjadi seorang bidan.
Mimpi, atau yang lebih senang kusebut dengan IMPIAN adalah sesuatu yang membuat hidup bergerak lebih dinamis. Dengan impian, hidup seseorang akan lebih bergairah karena memiliki sesuatu yang ingin dicapai.
"Tujuan awalku memang hanya untuk mengikuti kuis, namun hal lain yang lebih penting tiba-tiba menyeruak dalam pikiran. Aku mulai mulai memikirkan masa depan dan menyusun rencana, tentang apa yang akan kulakukan selanjutnya."
***
Setiap orang dianugrahi kelebihan oleh Sang Pencipta, memiliki suara yang merdu, memiliki tangan yang lihai melukis, memiliki tubuh gemulai saat menari, memiliki potensi yang bisa terus dicari dan digali. Aku senang menulis, menulis salah satu caraku membuat jejak dalam kehidupan bahwa aku pernah ada.
Mimpi kecilku menjadi seorang dokter, tapi setelah aku merasakan kenyamanan diri dengan menulis, aku mengubah mimpiku menjadi “penulis”. Aku mulai menuliskan kehidupan sehari-hariku dibuku harian sejak sekolah dasar. Awalnya hanya karena tugas mata pelajaran bahasa Indonesia, tapi akhirnya berlanjut. Aku suka menceritakan apa saja yang aku alami meskipun hanya hal-hal kecil dan konyol, seperti hari ini ada temanku yang jorok namanya X pipis dicelana, hari senin aku jadi petugas pengibar bendera saat upacara tapi bendera yang aku pasang terbalik, atau aku hari ini jatuh saat pelajaran olahraga dan kakiku berdarah.
Hobby menulisku tidak berhenti begitu saja, saat SMA aku mengembangkan kemampuan menulis dengan bergabung di Organisasi Karya Tulis Ilmiah Remaja, yaaa… Di sanalah aku mulai asyik dengan tulisan-tulisan ilmiah dan pertama kalinya menjadi juara menulis sejarah Indonesia dan menjadi tim penulis buku penelitian sekolah. Semangatku menulis semakin menggila sejak itu.
Mimpiku menjadi seorang penulis sempat sirna, karena orangtuaku menginginkan aku kuliah di salah satu Fakultas Kesehatan. Harusnya aku kuliah di Fakultas sastra yang dapat membantu mengasah kemampuan menulisku. Namun aku tidak begitu saja menghapus mimpiku, akhirnya saat kuliah aku memilih aktif dalam organisasi menulis kampus. Masa-masa kuliah inilah yang semakin membentuk prinsip hidupku “aku berfikir maka aku ada”. Aku berhasil mendapatkan beberapa juara menulis dari tingkat Universitas sampai menjadi juara menulis Nasional, mengalahkan penulis-penulis muda dan berbakat dari berbagai provinsi, hingga mengantarkanku mendapat penghargaan dari Presiden di Istana Negara. Betapa bahagianya aku, bisa dikenal banyak orang dengan diliput dibeberapa media cetak, menjadi narasumber atau pemateri di event menulis. Aku juga bersyukur tidak mengecewakan orangtuaku untuk kuliah di Fakultas Kesehatan, dan aku bisa membanggakan sekitarku dengan mimpi kecilku menjadi “penulis”.
Mimpiku menjadi seorang penulis kembali sirna dan memudar saat aku lulus kuliah dan menyandang gelar sarjana. Jarang ada lomba menulis ilmiah untuk umum, karena aku bukan lagi seorang mahasiswi, dan aku mulai jarang melatih kemampuan menulisku. Aku mulai sibuk bekerja di Rumah Sakit, aku sedang asyik menafkahi diri sendiri, kesibukan itu membuatku mulai lupa dengan mimpiku. Namun lambat laun aku merasa ada yang kurang saat aku mulai berhenti menulis. Akhirnya aku memanfaatkan waktu luangku saat bekerja untuk menulis cerita-cerita sederhana dalam blog dan mulai aktif kembali mencari informasi lomba menulis online.
Aku kembali mengasah kemampuan menulisku tapi bukan dalam tulisan ilmiah seperti sebelumnya. Aku belajar menulis cerita pendek, setidaknya aku bisa berkarya walaupun dengan tulisan-tulisan sederhana. Syukurku pada Tuhan, aku masih diberi kemampuan dan waktu luang untuk mengasah otak dan terus berkarya. Beberapa cerita pendekku ada dalam buku-buku yang diterbitkan oleh penerbit indie, dan mendapat beberapa penghargaan sebagai kontributor terbaik di beberapa penerbit indie.
Mimpi kecilku menjadi “penulis” tidak akan pernah aku hapuskan, pasti ada jalan untuk terus berkarya. Jangan berhenti menggali potensi diri, ada sisi lain yang mungkin belum ditemukan. “Aku sedang menulis, menulis lagi, menulis terus”.
Sumber :
https://dita27.wordpress.com/2015/04/19/sedang-menulis-menulis-lagi-menulis-terus/
Hhmm impian, kalau ditanya soal impian, jujur saja saya sedikit bingung menjawabnya , ya karena impian yang saya punya banyak sekali. Tapi untuk menjadi tema tulisan ini sepertinya saya harus mencantumkan impian terbesar saya. Sedikit malu sih mengatakannya, tapi, ya sudah lah..
Note :
Tulisan di atas sudah melalui proses penyuntingan, namun tidak menghilangkan atau merubah makna dari kalimat sebenarnya yang ditulis oleh sumber.
Kata yang begitu sederhana. Tapi punya makna yang begitu dalam bagi setiap orang.
Mimpi...
Terkadang seseorang terlalu larut dalam bayangan, hingga terlena dan mengabaikan bahwa mimpi itu bukan hanya sebuah kata, bukan sekedar angan tapi lebih dari itu, harus diwujudkan.
Bagaimana mewujudkan angan? Tentu saja dengan berbagai macam aksi.
Hanya mereka yang percaya sebuah mimpi adalah bagian dari tujuan hidup.
Hanya mereka yang percaya mimpi patut diperjuangkan.
Dan ini adalah kisah dan perjuangan mereka dalam kesederhanaan mimpi..
-Kaka Hy
Ini adalah tulisan dari teman-teman yang ikut berpetualang mimpi dalam tantangan menulis giveaway novel Stay With Me.
Terima kasih untuk kesediaan teman-teman mengikuti tantangan menulis ini. Lebih dari sekedar hadiah sebuah novel, saya ingin mengajak teman-teman untuk terus mengingat sebuah arti dari impian, bahwa mimpi tak sekedar diangankan tetapi diwujudkan. Terus dan bermimpilah seluas-luasnya, karena waktu terus berjalan dan mimpi akan pergi bila tak kau hiraukan.
Salam hangat
dil.se
Ini
Aku dan Impian Besarku
by Theresia Devi Natalia
Burung
tanpa sayap .. sudah bukan burung lagi
manusia tanpa impian .. sudah bukan manusia lagi.
manusia tanpa impian .. sudah bukan manusia lagi.
Aku mempercayai kata-kata itu sejak
aku membacanya beberapa tahun lalu di bangku sekolah dasar. Usiaku masih sangat
muda, 10 tahun. Dan aku punya banyak mimpi yang sudah mulai kurangkai sejak
saat itu. Mimpi yang selalu ditulis dalam isi biodata masa kecil. Dan sebuah
mimpi yang lebih sering kita sebut.. cita-cita.
Aku suka menari. Ibuku adalah mantan
penari, dan aku percaya kesukaanku terhadap menari dalam hidup, memang turun
dan mengalir dari ibuku. Sewaktu kecil Ibu sering mengajariku berbagai tarian
Nusantara, mulai dari Tari Bali, tari Merak dan yang lebih sering adalah tari
Jaipong. Karena seringnya Ibu mengajari dan mengajakku menari saat kecil,
tumbuhlah sebuah keinginan untuk menjadi seorang penari yang berbakat di masa
depan. Saat itu aku tau bahwa impianku adalah menjadi penari.
Aku suka bernyanyi. Tapi ibuku tak
pandai bernyanyi, untuk itu aku selalu percaya bahwa suara merduku ini adalah talenta
terbaik yang Tuhan hibahkan untukku. Bagaimana senangnya hatiku selalu terpilih
untuk mewakili kelas atau sekolah di dalam perlombaan bernyanyi. Meski
pernghargaan untukku tak melulu yang teratas, tapi aku tau, dengan suara
merduku aku bisa menjadi yang selalu terpilih. Lalu entah mengapa, saat itu
menjadi penyanyi juga masuk dalam daftar cita-citaku.
Hari ini usiaku 22 tahun. Kejadian
di atas sudah lewat dan menjadi kenangan tentang cita-cita masa kecil paling
indah dalam hidupku. Hari ini aku belum berhasil menjadi penar, dan hari ini
aku belum berhasil menjadi penyanyi. Bukan karena aku tak berjuang, tapi aku
percaya bahwa mungkin belum waktunya impian itu bisa terwujud. Usaha terbaikku
dalam meraih impian menjadi penari sangat besar, aku pernah beberapa kali dipercaya
untuk melatih anak-anak sekolah dasar menari tari jaipongan di usia 15 tahun.
Dalam hal bernyanyi pun banyak yang sudah kuusahakan. Namaku tercatat sebagai
peserta AFI Junior 2003, tapi gagal. Namaku kembali tercatat sebagai peserta
audisi Sing Like Star 2007, juga gagal, namaku kembali tercatat dalam audisi
Indonesian Idol 2012 dan 2014 yang lagi-lagi… juga gagal. Dan yang paling baru
adalah namaku tercatat dalam audisi X-factor 2015 tapi aku tak bisa mengikuti
audisi, karena tuntutan perkerjaan yang tak bisa kutinggalkan. Yah.. sempat
kurasa bahwa mencapai impian memang tak semudah sudut pandang kita ketika masih
kanak-kanak. Kusadari bahwa berjuang yang sebanyak ini saja, mungkin masih
belum cukup.
Tapi ketahuilah aku tak akan
mernyerah secepat ini. Aku boleh gagal berulang-ulang, tapi aku tak boleh
merasa kehilangan impian yang sudah kutanam sejak kecil. Jadi aku menyimpannya
dengan baik. Kusimpan sangat rapi, dan akan kubuka lagi suatu hari saat
Tuhan mengizinkan.
Kuceritakan satu kisah baru hari ini
tentang impianku. Ini bukan soal bernyanyi atau menari. Tapi soal menulis.
Merangkai kata di dalam kertas. Hari ini usaha terbaikku adalah menulis. Aku
percaya bahwa ketika aku menulis, aku bisa melakukan apa saja di dalam
tulisanku. Termasuk bernyanyi dan menari.
Jika kelak kalian membaca sebuah
tulisan berisi tentang gadis yang bernyanyi atau menari, mungkin saja itu
adalah tulisanku, dan hari ini kukatakan bahwa aku sangat cinta menulis. Aku
sangat ingin menjadi penulis. Dan aku sangat ingin tulisanku dibaca oleh banyak
orang. Kadang ketika lelah dan merasa gagal dalam hidup ini, satu-satunya hal
yang mungkin bisa kau lakukan ya hanya menuangkan sesuatu dalam kertas. Dan
mungkin sejak aku menulis kegagalan-kegagalan itulah, impian baruku mulai
terangkai .. menjadi penulis.
Aku masih suka menari, aku masih
suka bernyanyi. Dan akan selalu suka bernyanyi dan akan selalu suka menari. Meski
hari ini aku lebih sering menulis, tapi aku masih bisa melihat dengan jelas
gadis bersuara merdu yang pandai menari itu di dalam tulisanku yang saat ini
sedang kukerjakan untuk menjadi sebuah buku yang utuh.
Aku akan selalu merasa menjadi manusia
yang diberkati jika hari ini aku masih memiliki impian. Berapa banyak di luar
sana yang memutuskan untuk berhenti percaya pada kekuatan mimpi dan membuang
waktu mereka untuk hal-hal yang tidak bermanfaat. Jadi sekarang .. apapun
impianmu teruslah berjuang! Jika gagal, kau bisa menyimpannya dengan rapi, tak
perlu kau buang. Sebanyak apapun kau gagal, kau tak perlu khawatir, jika kau
tak gagal kau tak akan tau rasanya jatuh dan bangkit! Tapi yang terpenting ..
dengarkan kata hatimu. Apakah ia membawamu untuk mengalun lewat lagu .. atau
berayun lewat raga .. atau merangkai seperti aku .. menulis.
Sumber:
http://sekotak-impianthere.blogspot.com/2015/04/ini-aku-dan-impian-besarku.html?spref=fb
***
Parkir
by Bayu
Tadi pas gue lihat tweetnya kaka hy semacam bikin gue nanya lagi apa sih yang buat gue tetep ngelakuin hal yang seharusnya buat gue nyerah dari dulu. Alasan apa sih yang buat gue terus ngelakuin hal-hal yang kadang semacam nggak ada gunanya. Bahkan, kenapa sebagian besar tulisan-tulisan diblog gue adalah tentang hal ini.
Mimpi gue sampai saat adalah karya gue ada di rak-rak toko buku, berdampingan dengan karya Radit,Alit, Alex (yang besok september mau ngerilis) mbak Risa dan yang lainnya yang selalu gue lihat nongol di rak-rak toko buku. That’s is a BIG PICTURE.
Waktu dulu gue buat blog, pikiran pertama gue waktu itu adalah untuk mengubah dunia. Ya seperti tulisan pertama gue dulu di blog ini, lest change the world. Gue bilang kalo lakukan apa yang kita suka, dan tunjukan apa yang kita bisa lakukan dengan hal yang kita sukai itu. Karena gue yakin, setiap orang punya jalannya masing-masing untuk mengubah dunia. Menata tangganya satu demi satu agar mencapai apa yang mereka inginkan dengan semestanya. Mengubah dunia menurut gue seperti rumah dengan banyak pintu. Kita semua bermula di dalam rumah, ada atap, tertutup tembok. Pandangan kita terbatas hanya dengan melihat keluar dari jendela, kita merasa dunia sudah terefleksikan oleh pandangan kita dari jendela. Pada saat kita ingin keluar ada yang berangan-angan akan mudah, ada juga yang berangan-angan terlalu sulit hingga terlalu takut untuk keluar. Ada yang membuka satu pintu dan langsung terkenal. Ada juga yang memilih satu pintu dan langsung gagal. Ada pintu yang mudah dibuka, dan ada juga pintu yang terkunci. Ada pintu yang terlihat cahaya terang menuju pekarangan rumah, ada juga pintu gelap dengan pandangan hutan belakang rumah.
Ya, nggak ada yang tau kita dapat pintu yang mana. Dan gue bilang, pilih pintu yang lu suka. Entah jalan seperti apa yang nanti ada di depannya, setidaknya pertanggungjawaban kita terhadap apa yang seharusnya kita lakukan karena hati kita menyukainya. Terserah proses seperti apa yang nanti kita lakukan.
Gue suka nulis. Gue suka nulis karena gue ingin apa yang ada dipikiran gue bisa sampai ke orang lain. Apa yang gue ingin katakan, yang nggak bisa semua orang dengar itu tersampaikan dengan membaca apa yang benar-benar ingin gue sampaikan. Dan gue yakin ini pintu yang buat gue bisa mengubah dunia suatu saat nanti. Walaupun gue nggak tau, pintu seperti apa yang akan gue dapat. Gue nyusun naskah judulnya #dreamythology yang ngebahas tentang bagaimana mimpi itu bekerja, tentang gue dan ketidak fokusan gue pada suatu hal (ADHD), yang gue impi-impikan bisa kayak yang gue ceritakan di atas. Mejeng di rak-rak toko buku. Udah hampir setengah tahun, dan hasilnya nggak kelihatan. Loh kok bisa? Katanya seneng nulis, kok nggak kelihatan ?
Dimana-mana yang susah adalah prosesnya. Gue suka proses nulis, tapi proses dalam hidup gue yang lain memaksa gue untuk tidak memberikan banyak waktu dalam proses menulis ini. Waktu gue dihabiskan untuk ngantor, hingga belajar untuk bisa bahasa jepang. Karena waktu yang nggak ada, tanpa sadar memaksa gue tidak menyukai proses yang panjang. Gue yang awalnya selalu nyiapin main purpose disetiap apa yang gue tulis, hilang sama sekali. Setiap gue mau ngelanjutin ke naskah, gue nggak ada greget. Akhirnya gue pindah ke blog, yang mungkin hanya satu atau dua jam udah kelar dan langsung ketauan hasilnya. Karena hal yang berulang-ulang membuat gue terlalu nyaman diblog, dan tulisan gue terbengkalai. Yang benar, gue gagal.
Hingga suatu ketika, gue sadar kalo ada yang salah. Gue nggak pernah senyaman ini dalam berpikir, gue nggak pernah setidak berpikir ini dalam menulis, gue nggak pernah sesedikit ini berimajinasi dalam menulis. Gue tersadar kalo gue bodoh, gue meninggalkan suatu proses hanya untuk sesuatu yang instan. Dan yang instan itu membuat gue tidak berpindah dari titik yang sama saat gue memulai sebuah proses itu. Gue yakin, setiap orang melalui prosesnya. Hanya saja kita terlalu fokus pada apa yang mereka hasilkan, hingga kita lupa untuk mengambil sedikit bagian untuk masuk dalam proses mereka.
Gue begitu yakin, nama-nama penulis di atas adalah orang-orang yang sangat mau menyisihkan waktunya untuk melewati proses. Gue begitu yakin dengan itu. Karena sebuah proses nggak akan pernah berkhianat pada keberhasilan. Orang-orang nggak akan datang melihat karya gue atau membaca tulisan gue jika mereka nggak percaya dengan proses yang udah gue lalui. Gue selalu pegang kata-kata itu dalam hati gue. Bahwa semua karya ada hal besar di dalamnya, dan hal besar itu nggak datang begitu aja. Dan akhirnya gue memulai lagi sesuatu yang harusnya gue mulai dari setengah tahun yang lalu, bagaimana gue harus kembali lari kencang setelah lama gue duduk dimobil ber-AC yang ternyata hanya parkir di sebuah minimarket.
Sumber :
https://berfikirlagi.wordpress.com/2015/04/18/parkir/
***
Impianku
by Aas Asnawati
Impianku dahulu biasa dan
lurus-lurus saja, lulus sekolah dan kuliah dengan nilai baik, bekerja, lalu
menikah. Namun, beberapa tahun yang lalu mulai berubah, mimpiku mulai
berkembang ingin melanjutkan kuliah yang lebih tinggi ke luar negeri. Bisa
jalan-jalan ke seluruh tempat yang indah, bertemu dengan seseorang yang menjadi
idolaku dan lain sebagainya. Hal yang membuat impianku kian banyak karena aku
mulai mengidolakan seseorang. Ya, seseorang yang sangat ingin kutemui, walaupun
itu sepertinya berlebihan tapi itulah yang kurasakan. Seseorang itu adalah
penyanyi dan juga aktor korea, LEE SEUNG GI.
Rasa kagum itulah yang membuatku
memiliki impian untuk melanjutkan kuliah lebih tinggi seperti dia, dan
membuatku ingin mengunjungi negaranya. Untuk mewujudkan impianku itu aku jadi
berusaha untuk kuliah lebih baik lagi, sehingga bisa mendapatkan beasiswa
melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi, juga mendapatkan pekerjaan yang mapan
sehingga memiliki dana untuk ke negaranya. Tidak ada salahnya, kan, mengagumi
seseorang yang bisa membuatmu menjadi lebih baik?
sumber:
https://www2.facebook.com/notes/aas-asnawati/impian-ku-/10203434231768152?pnref=story
***
My
World Is My Dream
by Nursidah Annisa
Sebelumnya tak pernah terpikir olehku
akan masuk ke dunia itu. Sebuah dunia yang sangat sulit untuk dikatakan sebagai
dunia nyata. Kejenuhan pada rutinitas harian membuatku akhirnya mencoba sedikit
mengintip dunia itu. Sekitar bulan November 2010 aku memasuki dunia yang
sebelumnya sedikit pun tak aku mengerti, yang lebih sering disebut dunia virtual
atau game online. Dunia yang kumasuki adalah dunia game online bergenre
petualangan fantasi bernama Lineage 2 Indonesia. Di dunia yang asing ini sangat
didominasi oleh para kaum Adam, sehingga diawal aku merasa amat tersisih. Namun
lambat laun aku pun semakin tertantang untuk menunjukkan eksistensiku di dunia
ini. Dengan harapan setidaknya mereka melihat keberadaanku di dunia ini.
Waktu
demi waktu kulalui demi menjalani kehidupan di dunia virtual ini, meskipun
begitu aku tetap menjalani aktivitas di dunia nyata sebagaimana mestinya. Dua
bulan berlalu, aku mulai terbiasa beradaptasi dengan kondisi dimana lebih
banyak lelaki ketimbang perempuan. Saat itu player[1][i][1]
perempuan masih sangat jarang menyentuh dunia virtual ini, bisa dibilang langka
karena populasinya yang nyaris tak terdeteksi. Kondisi demikian membuat aku
makin berusaha agar terlihat menonjol, aku berusaha menambah teman
sebanyak-banyaknya. Hingga akhirnya aku benar-benar tenggelam dalam dunia ini,
aku benar-benar menikmati peranku dalam dunia virtual itu.
Dalam
dunia ini aku banyak membandingkan cara bersosialisasi dunia virtual dan dunia
nyata. Dimana hubungan antara para player tak pandang usia, status sosial
maupun pendidikan. Hubungan antara para player dalam dunia virtual itu tak
mengenal kasta, agama maupun suku. Sekalipun musuh atau rekanmu adalah seorang big boss
di dunia nyata, tak ada kata segan berhadapan dengannya di dunia virtual ini.
Hubungan baik sebagai rekan ataupun sebagai musuh dalam dunia game online ini
bagai tak ada batasan. Kita bebas berteman dengan siapapun yang kita mau. Dan
aku pun ikut ambil bagian dalam segala sesuatu yang ditetapkan dan menjadi
aturan main dalam dunia ini.
Memiliki
teman dari berbagai kota dan pelosok diseluruh nusantara benar-benar
mengesankan bagiku. Hal menakjubkan yang kudapati dunia ini adalah banyak di
antara mereka yang begitu besar hati dan kepercayaannya pada orang yang
dipercayai. Sekalipun belum pernah saling bertemu, namun jika mereka yakin,
mereka akan mempercayakan amanahnya padamu. Tentu saja selain banyak memiliki
kawan, aku sebagai salah satu player juga memiliki lawan atau musuh, baik musuh
secara personal maupun musuh secara kelompok. Dan tentu saja hanya musuh dalam
dunia virtual. Selain rekan dan musuh tentu saja aku memiliki seseorang yang
spesial dalam dunia ini. Berawal dari dunia virtual hingga kedunia nyata,
hubungan itu dijalani dengan kepercayaan penuh, bahwa perasaan itu benar-benar
nyata meskipun akhirnya harus LDR[1][ii][2].
Sudah seperti cerita Asuna dan Kirito[1][iii][3] saja hahaha.
Dua
tahun berpetualang dalam dunia virtual ini, akhirnya membuat aku memiliki
sebuah impian baru. Ya sebuah impian yang terinspirasi dari hobby-ku ini. Aku ingin menuliskan
pengalamanku bermain game online ini kedalam bentuk cerita fantasi
persis seperti game-nya. Berharap
suatu saat tulisanku itu dapat diterbitkan dalam bentuk novel. Sejak impian itu
muncul, akhirnya aku mulai menulis. Menuliskan pengalamanku mulai dari awal aku
terjun dalam dunia virtual tersebut sampai akhirnya pada 21 April 2014,
publisher yang mengelola game online
Lineage 2 Indonesia mengumumkan akan menutup game tersebut dikarenakan
berakhirnya masa kontrak dengan pihak developer.
Hingga April
tahun lalu sudah 31 chapter yang
berhasil kutulis bermodalkan dengan menguras habis ingatan dan
kenangan-kenangan itu sedetail mungkin selama hampir empat tahun aku
berpetualang dalam dunia fantasi itu. Sekeping demi sekeping aku mencoba
menyusun gambarannya secara garis besar layaknya menyusun kepingan puzzle. Bukan hal yang mudah mengingat
hal-hal detail dari pengalaman yang pernah dilalui agar dapat dituangkan dalam
bentuk tulisan dan tentu saja agar cerita itu menjadi lebih hidup bagi para
pembacanya. Sejak dunia virtual itu berakhir aku pun jadi semakin kesulitan
meneruskan tulisanku, sudah setahun ini aku menunda kelanjutan cerita itu,
walaupun aku yakin pembacaku amat sangat menantikan kelanjutannya. Selain
dikarenakan semakin banyaknya kesibukanku di dunia nyata saat ini, ingatan
tentang peristiwa-peristiwa penting dan detail mulai memudar.
Hingga
sekarang pun aku masih berusaha mengumpulkan sebanyak mungkin informasi yang
berguna untuk mendapatkan cara agar aku bisa kembali masuk ke dalam dunia itu.
Supaya aku kembali dapat mengingat setiap bagian dan sudut dunia itu untuk
kuceritakan dalam kisah selanjutnya. Cerita yang kutulis dalam dunia Lineage 2 Indonesia kumuat dalam blog
pribadiku dengan judul You're My
Destiny. Aku
menyadari sepenuhnya jika tulisanku mungkin masih jauh dari kata layak untuk
diterbitkan menjadi sebuah novel, namun aku percaya jika aku terus belajar dan
memperbaikinya tulisanku akan siap dibukukan.
Bagaimana aku
mewujudkan impian itu? Tentu saja dengan menulis dan terus menulis dan berusaha
mencapai yang terbaik dalam tulisanku.
Sumber :
http://kecebongimut.blogspot.com/2015/04/normal-0-false-false-false-en-us-x-none.html?spref=fb
***
Namaku Deta Nur Fauziah. Deta merupakan singkatan dari nama
kedua orang tuaku sementara Nur Fauziah diambil dari Bahasa Arab yang berarti
cahaya kebahagiaan. Ayah memberiku nama tersebut 21 tahun yang lalu, sesaat
setelah aku terlahir. Beliau ingin anak sulungnya ini selalu diselimuti oleh
kebahagiaan atau mungkin mampu memberikan kebahagiaan untuk orang lain. Semacam
itu.
Aku memiliki keinginan dalam hidup yang kerap kali berubah-ubah. Ketika duduk di bangku sekolah dasar, aku ingin menjadi seorang penyanyi solo terkenal. Untuk itu, aku mengikuti beberapa kejuaraan bernyanyi dan mimpiku hampir menjadi kenyataan ketika aku memenangi lomba bernyanyi pupuh setingkat SD se-Kabupaten. Namun, seiring berjalannya waktu, rasa percaya diriku semakin surut. Jangankan untuk tampil di depan khalayak ramai, bernyayi di depan kelas pun rasanya seperti tengah berhadapan dengan anjing yang siap menggigit.
Ketika menginjak bangku sekolah menengah pertama, aku ingin menjadi seorang Polwan. Kondisi fisikku mungkin tak sekuat yang lainnya, juga keadaan finansial keluargaku yang tidak sehebat rekan-rekanku, namun mimpi itu tetap kugenggam erat-erat hingga pada akhirnya aku terpaksa menanggalkan semuanya ketika kudapati masalah pada penglihatanku. Kubiarkan asa dalam dada menguap begitu saja bersama genangan air hujan yang terkena sinar matahari lalu mengendap di langit bersama awan, berharap akan kembali hadir bersama rinai hujan yang turun.
Menginjak bangku SMA, aku merasa bahwa aku mewarisi sifat introvert ibuku. Temanku tidak banyak saat itu. Hanya beberapa saja untuk aku ajak berbagi rahasia dan impian. Aku mulai hobi membaca. Sebagian waktuku kuhabiskan di perpustakaan, sebagian lagi kuhabiskan bersama teman-temanku yang tidak banyak itu. Novel pertama yang kubaca adalah terjemahan dari seri pertama Harry Potter. Aku menyukai ceritanya, mengagumi pengarangnya dan salut terhadap penerjemahnya. Dari situ, terbesit keinginan untuk menjadi seorang translator agar orang lain bisa menikmati buku terjemahan seperti aku menikmati Harry Potter. Namun aku sadar, kemampuan Bahasa Inggrisku terbilang sangat payah. Bahkan aku masih belum bisa membedakan object pronoun dia laki-laki dengan dia perempuan. Akhirnya, mimpi hanya tinggal mimpi.
Memasuki perguruan tinggi, aku semakin intensif menuliskan kisah-kisahku dalam buku catatan. That is what I enjoy the most. Mungkin menulis merupakan passionku. Aku pernah membaca sebuah buku yang menyatakan bahwa passion merupakan sesuatu yang sangat kita nikmati, bukan ketika kita mahir dalam suatu hal.
Semakin sering aku membaca, semakin kuat passion ini mencuat. Aku menuliskan kisah romance rekaanku sendiri dan dengan modal nekat yang melebihi batas maksimal, aku mengirimkannya ke berbagai penerbit namun hingga detik ini, tulisanku selalu ditolak. Aku benar-benar tidak berbakat dalam hal itu, aku hanya menggemarinya. That's my passion not what I'm good at. :') Terhitung 6 kali aku mendapat penolakan, hehe, penolakan pertama masih biasa, aku meyakinkan diriku sendiri untuk mencobanya kembali. Namun penolakan-penolakan berikutnya terasa sangat menyakitkan. Aku tidak mempersiapkan diri untuk itu. Padahal aku sudah bermimpi memiliki buku sendiri. :') Tapi, kali ini takkan kubiarkan lagi mimpiku menguap bersama genangan air yang terkena sinar matahari tanpa arti. Sebagian kecil kusimpan dalam relung hati yang paling dalam. Selebihnya, sengaja kuterbangkan ke angkasa bersama doa yang terpanjat. :)
Poros hidupku di dunia hanya satu; ayah dan ibu. Dan aku ingin mempersembahkan kebahagiaan untuk mereka berdua, entah apa pun mimpinya. Dan mereka selalu memberiku dukungan penuh, aku meyakininya meski tak pernah terucap secara langsung. Pada akhirnya, aku ingin cahaya kebahagiaan yang berasal dari mimpiku, mencuat keluar dan menaungi kehidupanku beserta keluargaku, tidak hanya pada namaku.
Kuterbangkan mimpi berasama doa yang terpanjat karena aku yakin, usaha sebesar apa pun jika tak dibarengi dengan doa pada Tuhan tidak akan berkah sedikit pun.
Aku memiliki keinginan dalam hidup yang kerap kali berubah-ubah. Ketika duduk di bangku sekolah dasar, aku ingin menjadi seorang penyanyi solo terkenal. Untuk itu, aku mengikuti beberapa kejuaraan bernyanyi dan mimpiku hampir menjadi kenyataan ketika aku memenangi lomba bernyanyi pupuh setingkat SD se-Kabupaten. Namun, seiring berjalannya waktu, rasa percaya diriku semakin surut. Jangankan untuk tampil di depan khalayak ramai, bernyayi di depan kelas pun rasanya seperti tengah berhadapan dengan anjing yang siap menggigit.
Ketika menginjak bangku sekolah menengah pertama, aku ingin menjadi seorang Polwan. Kondisi fisikku mungkin tak sekuat yang lainnya, juga keadaan finansial keluargaku yang tidak sehebat rekan-rekanku, namun mimpi itu tetap kugenggam erat-erat hingga pada akhirnya aku terpaksa menanggalkan semuanya ketika kudapati masalah pada penglihatanku. Kubiarkan asa dalam dada menguap begitu saja bersama genangan air hujan yang terkena sinar matahari lalu mengendap di langit bersama awan, berharap akan kembali hadir bersama rinai hujan yang turun.
Menginjak bangku SMA, aku merasa bahwa aku mewarisi sifat introvert ibuku. Temanku tidak banyak saat itu. Hanya beberapa saja untuk aku ajak berbagi rahasia dan impian. Aku mulai hobi membaca. Sebagian waktuku kuhabiskan di perpustakaan, sebagian lagi kuhabiskan bersama teman-temanku yang tidak banyak itu. Novel pertama yang kubaca adalah terjemahan dari seri pertama Harry Potter. Aku menyukai ceritanya, mengagumi pengarangnya dan salut terhadap penerjemahnya. Dari situ, terbesit keinginan untuk menjadi seorang translator agar orang lain bisa menikmati buku terjemahan seperti aku menikmati Harry Potter. Namun aku sadar, kemampuan Bahasa Inggrisku terbilang sangat payah. Bahkan aku masih belum bisa membedakan object pronoun dia laki-laki dengan dia perempuan. Akhirnya, mimpi hanya tinggal mimpi.
Memasuki perguruan tinggi, aku semakin intensif menuliskan kisah-kisahku dalam buku catatan. That is what I enjoy the most. Mungkin menulis merupakan passionku. Aku pernah membaca sebuah buku yang menyatakan bahwa passion merupakan sesuatu yang sangat kita nikmati, bukan ketika kita mahir dalam suatu hal.
Semakin sering aku membaca, semakin kuat passion ini mencuat. Aku menuliskan kisah romance rekaanku sendiri dan dengan modal nekat yang melebihi batas maksimal, aku mengirimkannya ke berbagai penerbit namun hingga detik ini, tulisanku selalu ditolak. Aku benar-benar tidak berbakat dalam hal itu, aku hanya menggemarinya. That's my passion not what I'm good at. :') Terhitung 6 kali aku mendapat penolakan, hehe, penolakan pertama masih biasa, aku meyakinkan diriku sendiri untuk mencobanya kembali. Namun penolakan-penolakan berikutnya terasa sangat menyakitkan. Aku tidak mempersiapkan diri untuk itu. Padahal aku sudah bermimpi memiliki buku sendiri. :') Tapi, kali ini takkan kubiarkan lagi mimpiku menguap bersama genangan air yang terkena sinar matahari tanpa arti. Sebagian kecil kusimpan dalam relung hati yang paling dalam. Selebihnya, sengaja kuterbangkan ke angkasa bersama doa yang terpanjat. :)
Poros hidupku di dunia hanya satu; ayah dan ibu. Dan aku ingin mempersembahkan kebahagiaan untuk mereka berdua, entah apa pun mimpinya. Dan mereka selalu memberiku dukungan penuh, aku meyakininya meski tak pernah terucap secara langsung. Pada akhirnya, aku ingin cahaya kebahagiaan yang berasal dari mimpiku, mencuat keluar dan menaungi kehidupanku beserta keluargaku, tidak hanya pada namaku.
Kuterbangkan mimpi berasama doa yang terpanjat karena aku yakin, usaha sebesar apa pun jika tak dibarengi dengan doa pada Tuhan tidak akan berkah sedikit pun.
Sumber : https://www2.facebook.com/notes/deta/kuterbangkan-mimpi-bersama-doa-yang-terpanjat/400678416785455
***
My Life
by Qonita Nuraida
Like paperwhite, yah itulah awal mula hidupku awal mula kisahku. Aku seorang anak dari sepasang suami istri yang tumbuh berkembang hingga saat ini berumur 20 tahun. Give thank’s to ALLAH atas segala nikmat kehidupan yang dia berikan kepadaku. Orangtua, keluarga, sahabat dan fadli yang selalu menyayangiku yang menjadi penyemangatku selama ini, dilembaran-lembaran ini aku akan menceritakan tentang kehidupanku. Well, di umurku saat ini harusnya beberapa impianku sudah bisa terwujud sejak aku masih bersekolah dipondok pesantren. Aku selalu bercita-cita untuk bisa kuliah di jurusan Hubungan Internasional karena cita-citaku yang ingin mengelilingi dunia dari hasil pekerjaanku, bukan dari uang orangtuaku. Seperti yang kita ketahui jurusan Hubungan Internasinal ini dapat membuat kita bekerja di Departemen Luar Negeri.
Banyak hal yang sudah kuupayakan untuk dapat lulus
tes masuk jurusan Hubungan Internasional, saat di pondok aku mencari tahu
tentang banyak hal tentang pengetahuan yang berhubungan dengan jurusan ini
mulai dari membeli buku searching di
intertnet, bertanya pada saudara, kakak kelas tentang jurusan ini. Tiba saatnya
aku pun lulus dari pondok dan saatnya aku mengikuti tes masuk universitas yang aku
pilih untuk melanjutkan pendidikanku bersama teman-teman di pondok, aku pun mengikuti
tes di UIN Syarif Hidayatullah ciputat yang berlangsung selama 3hari. Kami
menginap di kost salah satu alumni di pondok yang berkuliah di sana. Malam
sebelum ujian aku dan teman-teman mempelajari pelajaran-pelajaran yang menyangkut
masing-masing jurusan yang kami pilih, paginya kami berangkat ke kampus UIN
bersama-sama. Saat mengerjakan tugas aku merasa banyak pelajaran yang masih
belum aku kuasai. Setelah selesai tes aku merasa kurang puas karena pelajaran yang
tidak aku ketahui dari tes hari pertama. Aku merasa pesimis tapi semua
teman-teman menyemangatiku, mereka bilang kita semua sudah berusaha jangan lupa
berdoa dan serahkan semuanya kepada TUHAN.
Beberapa hari pun berlalu dan tiba saatnya
pengumuman hasil tes dan hasilnya aku tidak dapat melanjutkan pendidikan di kampus
UIN. Kecewa, sedih yang aku rasakan, tapi ini adalah takdir dari TUHAN yang
harus aku terima, aku bingung harus berbuat apa, aku hanya ingin kuliah di
jurusan Hubungan Internasional karena hanya jurusan itu yang dapat membuat
cita-citaku terwujud, mengelilingi dunia mengetahui kehidupan di belahan bumi
yang lain dengan hasil jerih payahku sendiri. Aku hilang arah, ingin sekali
bisa mewujudkan mimpiku menjadi kenyataan, tapi TUHAN berkata lain. Selama
beberapa hari aku merenungkan hidupku, jalan hidup seperti apa yang aku pilih
dan akan menjadi apa? Orangtuaku memberi nasihat untuk mengambil jurusan
pendidikan guru sekolah dasar karena pekerjaan menjadi guru sangatlah mulia. Aku
pun memikirkannya untuk apa aku hidup jika tidak dapat bermanfaat. Jika menjadi
guru aku bisa belajar lebih banyak dan mengajarkan segala ilmu yang aku dapat
selama ini. Akhirnya aku mencari universitas lain yang memiliki jurusan pendidikan
guru sekolah dasar. Pilihanku jatuh pada universitas UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
TANGERANG.
Dan aku pun menjalani kehidupan, meneruskan kisah hidupku di jurusan
ini yang insyallah bisa bermanfaat
untukku dan untuk semua orang. Di ruang yang begitu sempit Tuhan mendengar
doa-doa dan harapan bahkan rahasia yang tak pernah didengar siapapun. Begitulah
yang aku lakukan sekarang, aku masih terus berdoa agar bisa tetap mewujudkan
cita-citaku, mengelilingi dunia mengetahui kehidupan di belahan bumi lain dengan
hasil jerih payahku sendiri. Dan ketika doa yang kau panjatkan hanya dapat
menjadi sebuah rangkaian kata yang indah tanpa terwujudkan menjadi kenyataan
yang indah, percayalah TUHAN memiliki jalan lain yang lebih indah.
Sumber :
https://www2.facebook.com/notes/qonita-nuraida/my-life/952655171453556
***
Mimpi dan Senja
by Rini
Mimpi...
Sesuatu yang pernah membuatku begitu
terpuruk saat itu. Saat kenyataan memaksaku untuk mengurungkan mimpiku. Aku
merasa semua tidak adil, kalut jiwa putus asa, hanya itu yang ada di benakku.
Andai saja waktu itu aku bisa memilih untuk hidup di masa kapan saja, aku akan
memilih untuk menjalani hari-hariku saat aku kecil. Saat Ibu masih selalu
tersenyum sambil menyisir rambutku dan berkata, “sesuk nek wis gedhe arep dadi
apa?” (besok kalau sudah besar mau menjadi apa). Lalu dengan polosnya aku
menjawab “dadi Bu Guru” (menjadi Ibu Guru).
Namun waktu tetaplah waktu. Mau tidak
mau waktu terus menyeretku, membawaku pada kenyataan bahwa di Jogja dengan
banyak pelajar perantau ini, aku hanya mendapat ruang kecil. Ya, menjadi buruh
di sebuah perusahaan asing asal Korea Selatan, adalah hari-hari dimana aku
begitu sulit menerima kenyataan. Tuhan, bukankah aku sudah berusaha sekuat
tenaga?
Aku tidak mau bermimpi lagi. Dan
tidak mau pula menerima kenyataan sepenuh hati. Aku terperangkap saat itu,
benar-benar terperangkap. Namun ada satu hal yang membuatku tetap bertahan.
Bertahan dalam penderitaan, siang malam menjelma menjadi robot yang tak kenal
lelah. Ya, ibu adalah satu alasan aku tetap menjalani hari-hariku di sebuah
bangunan kokoh berwarna biru itu. Ibuku, yang selalu tulus menyiapkan teh
hangat dan sarapan setiap pagi, mengantarkan aku ke mana pun aku minta,
walaupun hanya dengan sepeda tanpa rim waktu itu…
Waktu terus berputar, dan Ibu pun
semakin tua, tidak seperti dulu lagi. Dan dalam keterpaksaan itulah, aku mulai
mengerti. Ya, aku mengerti aku memang gagal dalam impian masa kecilku itu. Tapi
dari situ aku tahu, ada banyak ruang untukku merajut mimpi-mimpi lain. Karena
seperti yang pernah aku dengar, setiap orang berhak bermimpi. Dan mimpiku
ini…ah nanti sajalah aku ceritakan. Aku terlalu bersemangat untuk menceritaka
satu hal ini…
Senja…
Senja, aku sangat menyukai senja.
Darinya aku mengerti jika aku harus bersyukur sudah diberi waktu untuk mengisi
hari-hari di sini, mencari rezeki untuk membalas semua kebaikan Ibu yang takkan
pernah bisa kubayar dengan apa pun. Senja selalu menemani hari-hariku bahkan
dalam lelah sekalipun. Senja membiarkan aku untuk tetap bermimpi, dan memberiku
ruang untuk menentukan langkahku. Terima kasih Ya Allah, atas semua nikmat
ini..
Semua angan dan mimpiku aku
ceritakan pada senja. Aku bekerja setiap hari, dari pagi buta hingga malam. Aku
beruntung, karena aku bekerja di dekat jendela, sehingga setiap senja tiba, aku
selalu bisa menikmatinya. Walaupun terkadang pekat menghalangi, Tetapi aku
selalu menikmati setiap apa yang terjadi ketika senja tiba.
Aku menjadi orang yang beruntung
saat ini. Aku bisa menemukan semangat lagi dalam keadaanku seperti ini. Aku
mulai menjalani hari-hariku dengan ikhlas, mulai menata langkahku bagaimana aku
ke depan. Dan aku bermimpi, aku berharap, semua cerita dalam pabrik yang kokoh
ini, baik cerita bahagia, sedih maupun duka ini bisa aku bukukan kelak. Karena
ada banyak pengalaman yang perlu aku bagi setelah beberapa tahun di sini. Tidak
ada sesuatu yang ekstra dalam mimpiku ini. Aku hanya membiarkan semua mengalir,
aku rasakan setiap bahagia, lelah dan resahku. Aku menulis apa yang perlu aku
tulis, walaupun dalam robekan-robekan kertas sisa pekerjaanku. Sedikit, aku
bisa menikmati pekerjaanku yang membosankan ini. Aku terus bermimpi, berdoa,
dan berharap semua mimpiku ini menjadi kenyataan. Amin…
Sumber :
***
Aku dan Impianku
by Fataya Azzahra
Jika ditanya siapa aku, maka aku
akan menjawab aku adalah aku. Seseorang yang baru saja merasakan udara
kebebasan karena atas izin-Nya aku baru saja menyelesaikan pendidikan hingga
tingkat Sarjana. Dibalik keterbatasan yang aku punya, aku sangat bersyukur
dengan semua yang terjadi padaku dan dengan semua yang kupunya. Walau begitu,
ini tak semudah yang semua kira. Ada yang beranggapan jadi diriku pasti enak
karena banyak waktu istirahatnya atau mungkin mereka berpikir kalau jadi aku
pasti tidak banyak disuruh-suruh. Tapi yang terjadi padaku malah sebaliknya.
Aku yang merasa iri dengan mereka yang sempurna atau dengan kata lain aku ingin
merasakan apa yang mereka rasakan. Mereka yang bisa berlari. Mereka yang bisa
berjalan dengan normal. Mereka yang bisa melakukan apa pun dengan kedua
tangannya atau memakai sepatu yang bagus. Mereka yang disuruh-suruh oleh orang
tuanya atau gurunya.
Alhamdulillah, aku dapat nilai yang cukup memuaskan untuk tugas tersebut.
Ya. Biar
ini aku saja yang merasakannya. Akibat kecelakaan lalu lintas pada tahun 1997,
itu membuatku kehilangan separuh kaki dan tangan kananku sudah tidak dapat
berfungsi lagi. Semua yang dilakukan oleh tangan kanan sekarang semua
dialihfungsikan ke tangan kiri. Dari mulai makan, menulis, hingga mengetik. Ya,
aku mengetik tulisan ini dengan satu tangan. Walau kadang aku iseng mengangkat
tangan kananku, dengan gerakan kaku, ke atas keyboard untuk menekan satu
tombol huruf saja. Tapi setelah itu aku puas. Puas karena aku bisa meski dengan
gerakan yang terbatas. Tubuhku hanya ditopang oleh satu kaki, yaitu kiri. Tidak
sepenuhnya yang bisa diampu kaki kananku karena sudah tidak mampu. Tapi meski
begitu aku bisa berjalan.
Tak sempurna memang, tapi mungkin akan sempurna dengan apa yang kulakukan untuk
diriku yang dapat membuatku bertahan sampai saat ini.
Semua masalah pasti ada penyelesaiannya.
Semua kejadian pasti ada hikmahnya.
Dua kalimat itu yang kutanamkan dalam diriku. Guna memperkuat diriku untuk
bertahan.
Mengenai
impian. Impianku sederhana. Membuat orang-orang di sekitarku bahagia, itu sudah
cukup. Tapi mungkin Tuhan memberikan satu kelebihan yang patut aku syukuri
hingga saat ini. Aku bisa menulis. Merangkai kata demi kata menjadi satu cerita
yang utuh. Ya, aku kini adalah seorang penulis. Aku menulis cerita tentang apa
yang inginku ceritakan dan tentunya tulisan itu bisa kubagikan dengan orang
banyak.
Pada akhir
tahun 2012, itu pertama kali aku menulis cerita. Berawal dari tugas kuliah yang
mengharuskan para mahasiswanya untuk membuat cerita pendek. Awalnya aku ragu
untuk menuliskannya. Karena memang saat itu aku tak punya ide cerita. Yang ada
saat itu, aku hanya menatap layar laptop kosong. Dan berkali-kali aku bilang,
“Ya Tuhan, tolong aku. Tugasnya mau dikumpulin besok. Kasih aku ide ya.”
Beberapa menit kemudian, keajaiban datang. Ide cerita muncul begitu saja dalam
benakku. Tak mau buang waktu, aku pun segera mengetiknya. Tak sampai setengah
jam, cerita pendek itupun selesai. Tak kusangka, aku bisa menuliskan beberapa
halaman dalam waktu singkat. Menulisnya pun cukup lancar. Tak ada hambatan.
Alhamdulillah, aku dapat nilai yang cukup memuaskan untuk tugas tersebut.
Beberapa
hari setelah itu, aku melihat info lomba menulis cerpen dengan tema yang sama
dengan apa yang aku tulis. Aku gunakan kesempatan ini untuk menguji
kemampuanku. Apa aku bisa atau tidak. Maka, aku baca ulang cerita yang kubuat,
aku ubah sedikit, dan aku ikut sertakan dalam lomba itu. Selama menunggu
pengumuman, aku terus berdoa. Maka, keajaiban selanjutnya datang padaku. Namaku
terpilih sebagai cerpen pilihan. Kedua orang tuaku sangat senang. Karena dengan
begitu aku sudah bisa membuktikan kalau aku bisa pada mereka.
Perjuanganku untuk meraih mimpiku tidak sampai di situ saja. Ya, benar
jika ada yang bilang, “tak pernah ada rasa puas pada diri manusia. Mereka
pasti akan terus mencoba untuk dapat meraih apa yang mereka mau.” Begitu
pula dengan diriku. Aku masih ingin terus mencoba untuk melahirkan
tulisan-tulisan yang bisa dinikmati banyak orang.
Tahun
2013, aku menulis novel bergenre romance. Tulisan ini dapat kuselesaikan
dalam jangka waktu tiga bulan sambil mengisi waktu kosong selama liburan
kenaikan semester, yakni Januari sampai Maret. Setelah itu, aku berniat untuk
menerbitkannya. Tapi sayang, kali ini keajaiban itu tidak menghampiriku. Kurang
lebih satu tahun menunggu, tidak ada jawaban dari penerbit. Sampai akhirnya,
naskahku itu aku kirim ke penerbit lain. Namun setelah menunggu satu bulan,
hasilnya sama; naskahku ditolak. Rasanya itu sangat sedih. Tapi mau bagaimana
lagi.. :(
Akhirnya,
aku minta tolong sama Ayah. Aku bilang sama beliau kalau naskahku dimasukkan di
penerbit tempat Ayah juga menerbitkan buku. Semoga kali ini bisa terbit ya. Aku
pun menunggu satu bulan sesuai syarat yang ditentukan. Dan ... keajaiban itu
pun datang! Naskahku diterima. Katanya, direkturnya langsung yang membaca
naskahku. Bukan hanya sekilas membacanya, melainkan membaca print-out
naskahku penuh. Dan, ia sangat suka dengan ceritanya. Sampai-sampai ia
berpikiran untuk memberikan naskahku itu kepada pihak perfilman untuk
difilmkan. Hei... aku sangat senang kalau itu benar-benar dijadikan film.
Aku tinggal berdoa saja agar menjadi kenyataan.
Desember
tanggal 12 tahun lalu, acara peluncuran novelku diselenggarakan dan berlangsung
sesuai dengan harapan. Berjalan dengan lancar. Acaranya diadakan di kampusku.
Dan, aku tidak menyangka kalau yang datang hingga lebih dari 100 orang. Aku
meminta seorang penulis yang sudah aku kenal baik, Sefryana Khairil, sebagai
pembicaranya. Novel-novel karyanya pun aku punya semua. Ia salah satu inspirasiku
untuk menulis. Hmm... sebelumnya memang aku minta tolong dengan Kak Sefryana
untuk membaca naskah mentahku, yang saat itu masih dalam bentuk Microsoft Word.
Ia dengan senang hati membacanya dan memberikan sedikit saran untuk menambahkan
beberapa adegan. Aku pun dengan lancar menuliskan adegan itu di dalamnya.
Keajaiban
itu berlanjut dengan adanya liputan tentangku di tabloid Wanita Indonesia edisi
Januari. Lalu, aku berhasil maju sidang skripsi dan mendapatkan nilai yang
terbaik di Sastra Indonesia pada bulan Februari. Di bulan Maret, aku resmi
menjadi Sarjana Sastra pada 15 Maret 2015. Kemudian, ada liputan tentangku dan
novelku di Info Serpong di bulan yang sama. April, kabar baik baru saja aku
terima dari penerbit, novelku sudah sampai di Malaysia. Tujuannya menjual ke
penerbit yang ada di sana. Semoga ada penerbit yang tertarik untuk membelinya
ya... :)
I Wish...
Semoga
masih banyak keajaiban yang menungguku di luar sana untuk meraih semua
impianku... ^^
http://fatayaazzahra.blogspot.com/2015/04/aku-dan-impianku.html
***
Aku dan impianku
by Tya Pramesti
Aku, Tya Pramesti yang bermimpi ingin menjadi seorang pengusaha sukses. Umurku masih 16 tahun, dan aku sama sekali tidak mengerti tentang berbisnis. Itu sudah pasti menjadi hal yang mustahil bagi orantuaku. Aku selalu mendapat kritikan yang kurang enak didengar dari orang tuaku. Tapi aku tetap optimis dan pantang menyerah. Aku akan buktikan pada mereka bahwa aku bisa dan akan berhasil.
Aku memulai impianku dengan belajar tentang berwirausaha. Aku search di google, menonton film tentang perjuangan karir seseorang hingga dia sukses, mencari cerita tentang pengembangan karir dan lain sebagainya. Setelah aku yakin bahwa aku bisa, aku memulai usaha kecil-kecilan yaitu dengan berjualan online. Awalnya memang sulit tapi aku terus berusaha demi mimpiku.
Aku menceritakan usahaku ini kepada orangtuaku. Mereka tidak terlalu meresponnya dengan baik tapi biarlah, aku percaya kerja kerasku tidak akan mengecewakanku. Dan aku juga percaya bahwa ibuku sebenarnya setuju tapi hanya saja beliau masih ragu. Ibuku hanya memberikanku modal sebesar Rp 250.000. Awalnya aku menganggap itu uang yang cukup sedikit, tapi setelah aku fikir-fikir, uang yang sedikit itu bisa menjadi 3 kali lipat banyaknya jika aku terus semangat dan berjuang.
Aku memulai bisnis online dengan menawarkannya kepada teman dan saudara. Aku juga sempat menawarkan pada beberapa orang melalui email. Aku sempat berfikir untuk segera memiliki toko tempat usahaku sendiri. Karena jika dipikir menggunakan logika, jika kita berjualan online tidak semua orang akan tau tapi jika kita membuka tempat usaha sendiri sudah pasti orang-orang di sekitar kita akan tau. Apa lagi jika tempat itu di daerah yang strategis, pasti banyak yang lewat dan melihat. Yang awalnya hanya ingin lihat-lihat saja siapa tau jadi berminat untuk membeli. Tapi masalahku tetap sama yaitu keraguan dari kedua orangtuaku. Aku memang harus benar-benar membuat mereka percaya bahwa aku bisa.
Tapi membuat mereka percaya itu tidak mudah. Aku perlu membuktikan pada mereka bahwa aku bisa mendapatkan pelanggan yang banyak, sedangkan untuk mendapatkan pelanggan yang banyak dengan berbisnis online itu tidak mudah, butuh waktu berbulan-bulan. Aku terus memohon kemudahan dan petunjuk dari Allah. Semoga aku memang dapat membuat impianku itu nyata.
Sudah sebulan aku menjalankan bisnis online ku ini dan dalam sebulan aku baru mendapat tiga pelanggan. Bagaimana bisa aku membuat kedua orangtuaku percaya jika dalam sebulan saja aku baru mendapat tiga orang pelanggan. Tapi saat aku memberi tau Ibu tentang pelangganku itu, terlihat ada respon senang dari raut wajahnya, ya walau tidak terlalu diperlihatkan tapi aku tau raut wajah itu. Aku semakin optimis dan percaya bahwa aku bisa.
Aku sempat berfikir untuk mencari kerja tambahan sebagai tambahan modalku. Aku pernah membaca tawaran pekerjaan sebagai marketing di sebuah dealer, tapi ternyata itu hanya untuk mahasiswa dan mahasiswi. Lalu, aku berusaha membantu temanku yang menjadi salah satu member kosmetik. Tapi kalau dari dia tentu saja hasilnya minim karena dia saja penghasilannya pas-pasan terus mau menggaji aku, tentu saja aku hanya dapat 5% dari penghasilan dia. Ya sudahlah, aku tetap fokus pada usahaku ini.
Aku sampai memplaning tujuan hidupku di masa depan. Aku membayangkan jika aku lulus SMK dan mengambil kuliah jurusan manajemen lalu aku juga bekerja di sebuah perusahaan swasta, aku pasti dapat membangun sebuah toko sendiri.
Dan sampai sekarang aku masih bertekad untuk impianku itu. Aku terus berjualan online tanpa patah semangat dan terus belajar untuk dapat melanjutkan kuliah serta dapat membuat tempat usaha sendiri.
sumber :
http://tyapramesti.blogspot.com/2015/04/aku-dan-impianku.html
***
Belajar Sepeda
by Robby Haryanto
Gue nggak bisa naik motor. Emang
sih, gue cemen udah SMA gini kalah sama bocah SMP yang malam minggu bonceng
cewek keliling komplek. Atau setidaknya tiap Minggu pagi nganterin mamanya
belanja ke pasar. Jujur, gue juga iri sama mereka yang bisa naik motor. Gue
bukannya nggak bisa, cuma kurang lancar karena jarang latihan. Dulu gue pernah
latihan motor dan gue sukses menyelesaikan satu putaran, walaupun akhirnya gue
mau nabrak tembok. Gak masalah, gue nggak trauma dan itu bikin gue ketagihan.
Selain karena jarang latihan, yang membuat gue nggak bisa mengendarai motor juga karena Mama gue orangnya parnoan. Katanya lebih baik pakai sepeda buat pergi ke mana-mana. Bener sih, Mama gue menerapkan konsep go green, tapi gue yakin bukan itu alasannya. Yang gue yakini alasan sebenarnya adalah Mama gue nggak pengen kalau gue nanti mengendarai motor terus berakhir dengan mencelakakan orang lain. Mama gue nggak mau kalau nasib gue seperti dia waktu latihan motor dulu.
Mama gue juga pernah belajar motor. Semua lancar aja, sampai saat dia salah mencet rem malah nge-gas. Dia hampir nabrak pohon. Beruntung ada kakak gue, yang saat itu duduk di belakang Mama gue, bisa menghindari kejadian nahas itu. Buah jatuh nggak jauh dari pohonnya. Sama-sama mau nabrak
Gue jadi ingat gimana perjuangan gue saat belum bisa naik sepeda. Gue udah punya sepeda saat gue kelas 1 SD. Karena pernah sekali jatuh, gue nggak berani lagi buat belajar sepeda. Padahal gue jatuh saat sepeda masih roda empat. Dan akhirnya, gue baru bisa naik sepeda kelas 6 SD. Di sini semua perjuangan dimulai.
Selain karena jarang latihan, yang membuat gue nggak bisa mengendarai motor juga karena Mama gue orangnya parnoan. Katanya lebih baik pakai sepeda buat pergi ke mana-mana. Bener sih, Mama gue menerapkan konsep go green, tapi gue yakin bukan itu alasannya. Yang gue yakini alasan sebenarnya adalah Mama gue nggak pengen kalau gue nanti mengendarai motor terus berakhir dengan mencelakakan orang lain. Mama gue nggak mau kalau nasib gue seperti dia waktu latihan motor dulu.
Mama gue juga pernah belajar motor. Semua lancar aja, sampai saat dia salah mencet rem malah nge-gas. Dia hampir nabrak pohon. Beruntung ada kakak gue, yang saat itu duduk di belakang Mama gue, bisa menghindari kejadian nahas itu. Buah jatuh nggak jauh dari pohonnya. Sama-sama mau nabrak
Gue jadi ingat gimana perjuangan gue saat belum bisa naik sepeda. Gue udah punya sepeda saat gue kelas 1 SD. Karena pernah sekali jatuh, gue nggak berani lagi buat belajar sepeda. Padahal gue jatuh saat sepeda masih roda empat. Dan akhirnya, gue baru bisa naik sepeda kelas 6 SD. Di sini semua perjuangan dimulai.
----
Saat kelas 6, gue menyadari kalau UN sangatlah penting mengingat gue harus bisa dapet SMP negeri. Berbagai usaha gue lakukan. Mulai dari rajin ikut pendalaman materi, latihan soal, dan banyak menghapal. Untung aja gue nggak sampai melakukan hal-hal musyrik layaknya abege labil demi lulus SD.
Berbagai usaha dilakukan, namun terasa belum maksimal. Hal itu ditandai dengan nilai rapor gue yang kacau di semester satu. Gue rasa belajar gue kurang full dan gue memutuskan ikut les tambahan. Dan masalah kembali muncul, gue berangkat les naik apa?
Di jam-jam istirahat, gue dan temen gue yang juga mau ikut les, Juang, berbincang mengenai rencana kita.
“Lu juga mau les, By?” kata Juang sambil makan mie.
“Iya, gue sih maunya gitu. Tapi gue bingung nanti gue les naik apa.” Jawab gue dengan nada pesimis.
“Tenang, kan ada gue, Nanti kita bisa boncengan bareng naik sepeda gue ke tempat les.”
Dengan nada semangat gue jawab, “Oke, nanti pulang sekolah kita langsung mulai les.”
“Nggak langsung nanti juga kali, by.”
Sampai akhirnya gue udah mulai les tiap sore. Gue ngeliat temen-temen di tempat les, yang mayoritas temen sekelas di sekolah, naik sepeda berangkat les dan gue merasa ngiri dan minder karena gue sendiri yang nggak bisa naik sepeda. Ada satu lagi yang membuat gue minder berangkat les: Orang yang gue suka satu tempat les sama gue! Tengsin abis gue ketauan nggak bisa naik sepeda.
Mama gue dari dulu kepengen banget kalau gue bisa naik sepeda. Hampir kata-kata ini gue dengar tiap minggunya, “Masa kalah sama anak belum sekolah. Dia aja udah bisa naik sepeda lepas tangan, masa kamu sama sekali nggak berani naik sepeda.” Dan gue cuma bisa jawab “Itu lagi yang dibahas. Bosen, Ma.”
Dan setelah gue kelas 6, baru deh terasa kalau nggak bisa naik sepeda memang menyakitkan. Gue diejek temen sepergaulan (bocah-bocah SD yang biasa nongkrong di tukang mainan). Dan gue bertekad buat bisa naik sepeda demi nggak keliatan cemen di depan siapapun, termasuk gebetan.
---
Gue belajar dengan sepeda yang dulu
dibelikan saat gue kelas 1 SD. Iya, saking lamanya gak dipake sepeda ini
berubah warna cat dengan sendirinya. Warna karat. Gue belajar tiap pulang
sekolah. Jatuh, lutut luka, diketawain tetangga itu udah jadi makanan
sehari-hari. Ingat, perjuangan harus ditempuh. Apa pun respon orang yang kita
terima nantinya, terimalah. Ada jalan yang beriringan dengan niat baik. Yoshh!
Sampai satu minggu gue tekun belajar sepeda, akhirnya gue bisa naik sepeda. Dua hari kemudian, gue langsung dibelikan sepeda buat berangkat les. Woow.. akhirnya gue bisa membuktikan kalau gue bisa naik sepeda. Hai orang yang mencibir gue saat itu, gue udah bisa naik sepeda lepas tangan, nih!
Urusan gue minder dengan gebetan, itu udah selesai. Gue sama sekali nggak minder lagi. Walaupun gue masih minder karena gue masih juga belum ganteng.
Yang terpenting, gue belajar sepeda bukan karena pengen keliatan nggak minder lagi di depan gebetan, tapi lebih penting dari itu adalah gue nggak perlu berangkat les numpang temen lagi. Dan, kini gue siap buat bisa naik motor.
Sampai satu minggu gue tekun belajar sepeda, akhirnya gue bisa naik sepeda. Dua hari kemudian, gue langsung dibelikan sepeda buat berangkat les. Woow.. akhirnya gue bisa membuktikan kalau gue bisa naik sepeda. Hai orang yang mencibir gue saat itu, gue udah bisa naik sepeda lepas tangan, nih!
Urusan gue minder dengan gebetan, itu udah selesai. Gue sama sekali nggak minder lagi. Walaupun gue masih minder karena gue masih juga belum ganteng.
Yang terpenting, gue belajar sepeda bukan karena pengen keliatan nggak minder lagi di depan gebetan, tapi lebih penting dari itu adalah gue nggak perlu berangkat les numpang temen lagi. Dan, kini gue siap buat bisa naik motor.
Sumber :
http://www.robbyharyanto.com/2015/04/perjuangan-belajar-sepeda.html?m=1
***
Bermimpi itu Gratis, kan?
by Mila
Mimpi? Apa itu mimpi? Kalian pasti pernah mendengar dan juga pernah mengetahui apa yang dimaksud dengan mimpi. Kalau iya berarti kalian berhasil menjadi seorang pemimpi yang sama seperti saya. Mimpi memang hanyalah sebuah kata, kata sakral yang mampu menghipnotis kita untuk mewujudkannya. Orang yang tidak pernah tahu apa itu mimpi dan bahkan tidak punya mimpi sungguh kasihan orang itu . Mimpi adalah tantangan terbesar dalam hidup kita, semua orang harus mempunyai mimpi, agar hidup yang mereka jalani mempunyai arah dan tujuan yang jelas. Itu sebagian yang aku tahu tentang mimpi, dan inilah mimpiku, apa mimpimu?
1. Aku ingin pergi haji ke tanah suci mekkah
Semua orang islam di dunia pasti juga sama sepertiku, ingin pergi ke tanah suci mekkah sebagai penyempurna hidup dan iman. Ada baiknya, kita yang masih hidup jika mampu maka, wajib melaksanakan haji. Aku bukanlah mereka yang mampu, aku juga bukan orang yang terpuruk. Bisa dibilang aku ini adalah anak yang lahir dari keluarga sederhana. Kami hidup tidak bergelimpangan harta tapi hidup kami bahagia.
”Untuk apa harta banyak jika, kamu tidak memiliki keluarga yang menyayangimu.”
Aku bersukur pada Allah mempunyai keluarga yang sangat menyayangiku, dan menjagaku sampai aku menjadi seperti ini. Mimpiku memang tergolong keinginan yang sangat tinggi, untuk bisa ke tanah suci. Dengan biaya pergi haji yang mencapai 20 juta lebih, aku harus menabung selama berapa lama lagi? Aku pun tidak bisa menghitungnya. Tapi, bukankah mimpi itu bisa terwujud jika kita percaya “tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini jika Allah sudah berkehendak.”
Segala usaha dan segala cara sudah kulakukan untuk menabung agar bisa pergi ke tanah suci. Memulai usaha kecil di bisnis online. Melakukan promosi sana-sini di jejaring sosial, segala keringat dan lelah sudah pernah kulalui. Aku pun pernah ditipu oleh supplierku di facebook, aku mengira dia adalah orang baik tapi, ternyata hanya kata-kata manis di bibir saja yang ia lontarkan. Anehnya aku tidak menangis mengalami hal itu. Aku hanya mengelus pelan dadaku, dan berkata pada diriku sendiri. ”Sabar Allah pasti akan mengganti yang lebih banyak dari ini.” Itu yang membuatku semangat memulai kembali bisnis onlineku, dan Alhamdulillah rezeki memang sudah diatur olehnya. Aku pun bisa menabung kembali untuk pergi haji ke tanah suci. Terimakasih ya Allah ucapku sujud syukur.
2. Impianku yang kedua adalah melihat orang tuaku tersenyum dan bahagia melihat aku sukses
Aku tidak ingin mengecewakan mereka yang telah membiayai sekolahku, dan semua kebutuhanku. Aku ingin mereka bangga, melihat anak yang selama ini mereka besarkan bisa menjadi orang hebat, dan bisa berguna untuk orang lain. Caraku mewujudkannya adalah dengan semangat yang tidak pernah padam untuk menjadi sukses. Aku tidak pernah takut gagal.
”Karena kegagalan adalah awal dari kesuksesan.”
Aku juga percaya, semua usaha yang aku lakukan untuk sukses tidak akan sia-sia.
“Usaha tidak akan mengkhianati hasil.“
3. Aku ingin mengelilingi dunia
Sebagai orang yang suka dengan travelling, tentu mempunyai mimpi yang sama sepertiku, kan? Punya kesempatan berkeliling dunia melihat betapa indahnya dunia ini, dan tempat-tempat yang selalu menjadi daya tarik sendiri. Budaya, dan bahasa tidak akan menjadi penghalang jika kita mau belajar dan giat mempelajarinya. Uang mungkin adalah kendalanya. Tapi, jika kita mau mencoba segalanya, pasti akan menjadi mudah.
Caraku untuk mewujudkannya adalah dengan menabung. Lagi-lagi menabung. Karena, dengan uang banyak kita bebas mengelilingi dunia. Dengan uang juga, kita bisa membeli apa yang kita mau. Jadi, aku akan menabung agar bisa mewujudkan impianku itu. Kita juga perlu usaha dan tekad yang tinggi untuk bisa mewujudkannya. Karena dengan tekad, kita bisa jadi lebih berani menghadapi segala tantangan di sana.
“Jangan jadikan impian hanya sebagai angan-angan belaka. Tapi, jadikan impian sebagai titik akhir yang berhasil kau dapatkan.”
Semua impian yang telah kita tanam percayalah, pasti suatu saat akan berbuah manis.
Sumber :
https://milaarndreams.wordpress.com/category/tentang-mila/
***
Ruang Buku
by Nikmal
Salah satu ciri-ciri manusia yang normal ialah mempunyai mimpi. Tak perlu kau malu-malu seperti itu, beranggapan bahwa orang yang bermimpi itu tidak realistis atau apalah itu. Pasti kau juga punya impian. Kalau kau masih keras kepala juga, yang namanya manusia pasti punya keinginan. Dan asal kau tahu, keinginan itu adalah unit satuan terkecil dari mimpi.
Dan sebagai manusia yang normal, aku juga mempunyai mimpi—bahkan banyak. Di antaranya ialah memiliki Ruang Buku.
Ruang Buku itu sebenarnya sama konsepnya seperti Rumah Baca atau bisa dibilang Perpustakaan—hanya label-nya saja yang kuganti. Terdengar mainstream memang. Tapi mau bagaimana lagi. Awalnya pengen punya Taman Baca itu dari sadar akan betapa membosankannya membaca di Perpustakaan. Sudahlah bukunya yang jarang di-update, sudah begitu suasananya yang terlalu monoton.
Lantas, Ruang Buku itu seperti Rumah Baca ataupun Perpustakan yang diinginkan banyak orang juga. Rumah Baca yang berisi buku-buku yang disusun secara artistik di rak-rak buku yang didesain seunik mungkin. Juga area membaca yang lesehan sehingga bisa tiduran. Atau bagi kamu yang ingin membaca di kursi, setidaknya nanti aku akan menyediakan sofa. Bukannya kursi tanpa bantalan sehingga membuat bokongmu pegal ketika sedang asyiknya membaca.
Selain karena faktor suasana Rumah Baca yang monoton, ada satu faktor terbesar. Yaitu, nasehat Buya—Ayahku—yang selalu kuingat. Jadilah berguna buat orang lain, seperti menjadi guru. Ambil contoh, misalnya guru TK yang mengajarkanmu membaca. Coba pikir-pikir, kalau sampai sekarang tidak ada dirinya, dan kamu tidak bisa membaca, maka bagaimana dengan hidupmu?
Begitu juga dengan impianku. Semoga saja, dengan impian ini, banyak orang yang bisa membaca di Ruang Buku dan mendapatkan ilmu ataupun manfaat dari buku-buku yang dibacanya. Walau hanya membaca buku-buku fiksi, tapi bukankah buku fiksi juga memiliki banyak manfaat? Salah satunya ialah ia mampu menghibur pembacanya.
Maka dari itu, mulai sekarang aku sedang gencar-gencarnya mengoleksi buku. Aku akui, untuk membuat Ruang Buku pasti membutuhkan buku yang banyak. Salah satu cara untuk mewujudkannya ialah dengan banyak memiliki buku-buku. Dan untuk memiliki buku-buku itu haruslah dibeli, tidak mungkin kucuri. Sebab, sama saja aku akan memberikan ilmu haram kepada orang yang membaca di Ruang Buku.
Namun tahu sendirilah. Harga buku sekarang terbilang mahal. Sekarang saja kalau pergi ke toko buku hanya bisa memborong dua buah buku. Tapi tidak apa, sedikit demi sedikit lama-lama jadi timbunan buku yang bisa disusun di Ruang Buku nantinya.
Tapi aku tidak patah semangat. Aku masih rajin ke pasar loak, seperti ke Titi Gantung yang menjual banyak buku-buku bekas tapi masih layak pakai. Dengan harga yang kecil dan mudah ditawar, sehingga bisa membawa pulang banyak buku untuk menjadi koleksi.
Acara cuci gudang juga selalu kudatangi. Seperti semalam, saat ada cuci gudang di Carefour, langsung kudatangi. Walau kocek sedang krisis, tapi masih aja aku tetap membeli dua buah buku.
Selain membeli buku-buku bekas layak pakai dan buku cuci gudang, aku juga hobi ikut Giveaway dan Blogtour. Lumayan juga kalau menang, hadiahnya buku dan bisa dijadikan koleksi. Walau terkadang lelah juga membuat postingan memboomingkan buku orang dari blogtour, tapi demi Ruang Baca impianku akan tetap kulakukan. Ataupun bagi penulis ataupun penerbit yang bukunya mau ku-review, dan memberiku bukunya dengan gratis ya, aku juga mau. Selain untuk Ruang Buku, aku juga manusia normal, kok. Suka gratisan.
Sekali lagi kubilang, tidak ada salahnya kan bermimpi. Kalau dipikir-pikir, impianku tadi sebenarnya bisa jadi tidak realistis, tapi cara ataupun proses menuju impian itu yang bisa membuat mimpi itu menjadi realistis. Jadi intinya, jangan pernah menghakimi orang lain sekaligus dirimu sendiri untuk bermimpi. Kuncinya satu, jangan hanya bermimpi, tapi wujudkan impian itu juga.
Sumber :
***
Sesuatu Yang Sederhana
by Muhae
Impianku?
Sederhana.
Ya… begitulah, kata orang hidup itu
harus sederhana gak usah terlalu wah, ya seperti halnya ketika perempuan
bersolek, apakah perempuan itu akan membalut seluruh wajahnya dengan
bedak? Tidak, kan? Nah pasti biasa-biasa saja. Kau tahu itu, kan? Jika cewek
memakai bedak terlalu banyak pasti akan terlihat seperti badut salah asuhan. Ah
maaf, bisa kita lupakan tentang perempuan yang bersolek? Kita sedang
membicarakan hal lain.
Sampai mana tadi? Ya, Kesederhanaan.
Sampai mana tadi? Ya, Kesederhanaan.
Aku hidup juga seperti itu, impianku
sederhana, aku hanya ingin bercerita saja kepada orang di sekitarku, membuat
mereka tertawa karena mendengarkan atau membaca ceritaku, membuat mereka bahagia,
membuat mereka merasa terhibur dikala bosan.
Kau tahu? Itulah impianku.
Simpel kan?
Simpel kan?
Mungkin kau menjawab itu terlalu
sederhana. Ya mungkin sih…
Tapi kau tahu apa yang dibutuhkan di dunia ini setelah sandang pangan dan papan. Kau tahu?
Yaps, kau benar, “Cerita”, tanpa cerita hidup itu hampa, kosong, tak ada artinya, gak mungkin kan kalau kau menghabiskan waktu bersama dengan orang-orang terdekatmu tapi kau tidak bercerita sedikit pun, kau pasti akan bercerita tentang temanmu, tentang hal-hal yang membuatmu bahagia, membuatmu bersedih, dan lain-lain.
Tapi kau tahu apa yang dibutuhkan di dunia ini setelah sandang pangan dan papan. Kau tahu?
Yaps, kau benar, “Cerita”, tanpa cerita hidup itu hampa, kosong, tak ada artinya, gak mungkin kan kalau kau menghabiskan waktu bersama dengan orang-orang terdekatmu tapi kau tidak bercerita sedikit pun, kau pasti akan bercerita tentang temanmu, tentang hal-hal yang membuatmu bahagia, membuatmu bersedih, dan lain-lain.
Begitulah pentingnya cerita, sesuatu
yang sangat sederhana tapi sangat penting. Maka dari itulah aku hanya ingin
bercerita dan membuat orang-orang disekitarku bahagia.
Apa kau sudah paham apa yang aku maksud?
Baiklah, aku rasa aku juga tidak bosan melakukan ini.
Aku ingin menjadi seorang Penulis, kau tahu itu sederhana sekali kan? Ya tapi tadi aku sudah bilang, sesuatu yang sederhana tapi sangat penting, dan kau pasti tahu kalau hal penting itu sulit.
Baiklah, aku rasa aku juga tidak bosan melakukan ini.
Aku ingin menjadi seorang Penulis, kau tahu itu sederhana sekali kan? Ya tapi tadi aku sudah bilang, sesuatu yang sederhana tapi sangat penting, dan kau pasti tahu kalau hal penting itu sulit.
Memang sulit, tapi aku melakukanya,
aku tak menyerah, aku membaca, mencari inspirasi dari setiap kejadian yang aku
alami sehari-hari, aku menghabiskan uangku untuk membeli buku, aku membaca
lagi, aku menulis, terus menulis lagi supaya pengalamanku bertambah.
Dan kau tahu apa yang terjadi? Baru
sekitar dua minggu yang lalu aku berhasil mengirimkan naskahku ke penerbit
buku. Walaupun sepertinya jauh dari kata sempurna. Setidaknya aku sudah
berusaha menyelesaikanya, walaupun aku hampir saja menyerah.
Walaupun begitu, artinya
perjuanganku belum berakhir, aku masih harus menunggu kabar yang tak pasti dari
penerbit, aku berharap di terima, dan terus berusaha menulis lagi untuk
menambah pengalamanku. Entah buku itu diterbitkan atau tidak aku tetap akan
menulis lagi, lagi dan lagi.
Selain itu aku mempunyai sebuah
impian yang tidak sederhana, aku ingin mengelilingi bumi ini, aku ingin melihat
tempat yang belum pernah aku lihat sebelumnya, aku ingin mengenal orang-orang
baru. Bukan kah itu tidak sederhana? Kalau kau bertanya begitu aku akan
menjawab: “ya, memang tuhan menyuruh kita untuk hidup sederhana, tetapi kalau
impian kita terlalu sederhana itu artinya sama saja kita meragukan tuhan.”
Aku berani bermimpi seperti itu
karena aku percaya pada Tuhan, suatu saat Tuhan pasti akan mengabulkan
impianku, dan impian orang-orang yang yakin kepada mimpi-mimpinya.
Itulah impianku, membuat orang
disekitarku bahagia, bercerita, mengelilingi dunia dan mencatatnya hingga aku
menjadi legenda.
Kau tahu kenapa aku ingin menjadi
penulis, dengan menulis aku bisa meninggalkan jejak, ketika suatu saat nanti
aku sudah tiada, setidaknya orang-orang disekitarku seperti anak cucuku kelak
bisa mengenalku.
Sederhana, bukan?
Sumber :
http://muhae.tumblr.com/post/116694513608/sesuatu-yang-sederhana
***
My Dream
by Rini Cipta
Aku ingin menjadi seorang bidan.
Profesi
Bidan, bagiku adalah salah satu profesi yang sangat mulia. Bidan dianggap
sebagai profesi yang paling dekat dengan wanita, mereka adalah sahabat
perempuan. Tentu saja karena bidan juga seorang wanita jadi tidak akan sulit
jika harus memahami apa yang diinginkan maupun apa yang dirasakan oleh para
wanita.
Satu
lagi, aku ingin jadi bidan seperti Mama. Murni karena keinginanku sendiri, dan
sangat bersyukur karena kedua orangtuaku juga mendukung. Aku ingin berhasil, tapi
tidak dengan campur tangan Mama. Aku ingin mampu karena kemampuanku sendiri,
aku ingin lebih baik dari beliau. Alasan yang cukup egois memang. Tapi justru
karena itulah semangatku terpacu. Aku mulai bersungguh-sungguh, berusaha dan
berdoa, meniatkan segala keinginanku agar bisa mencapai yang aku inginkan.
Selepas
masuk SMA, aku hanya berpikir bagaimana caraku untuk mewujudkan mimpi itu. Aku
fokus memilih institusi pendidikan yang memiliki kualitas baik. Keinginanku
saat itu hanyalah berhasil menembus ketatnya persaingan di institusi tersebut.
Aku ingin lulus atas hasil kerja kerasku, bukan karena bantuan maupun sogokan.
Aku
sempat mengikuti jalur peminatan melalui nilai rapor disalah satu politeknik
kesehatan, tapi memang belum beruntung. Akhirnya, aku mencoba peruntungan lain
melalui jalur SNMPTN atau Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri. Aku
tetap fokus dengan impianku, sehingga aku langsung memilih jurusan di Fakultas
Kedokteran. Saat itu, hanya diberikan kesempatan memilih dua universitas yang
masing-masing hanya boleh maksimal dua jurusan. Ketentuan lainnya adalah harus
memilih universitas di daerah kita sendiri.
Menurut
informasi yang kudapatkan, ada jurusan Kebidanan yang berada di bawah naungan
Universitas yaitu di dua universitas ternama di Jawa Timur. Hmm, Jawa Timur
tidak jauh sih dari daerah asalku tapi memang harus menyebrang pulau, pikirku
saat itu. Aku merasa bersemangat, tapi juga kadang merasa ragu. Akankah aku
bisa hidup mandiri? Bisakah aku jauh dari keluarga untuk jangka waktu yang
cukup lama? Yakinkah aku dengan pilihanku sendiri? Bisa dikatakan pilihan ini
adalah keputusan terbesar yang pernah kuambil dan akan menentukan masa depanku.
Aku menyadari, bahwa profesi ini
juga dilirik oleh beberapa orang teman-temanku yang punya kemampuan bersaing
denganku. Jadi, bagaimana caranya agar aku memperoleh tempat yang tepat tanpa
harus mengambil jatah temanku? Banyaknya pertimbangan dan juga keputusan yang
tepat akhirnya berbuah manis. Aku diterima disalah satu PTN di Jawa Timur, di
jurusan yang aku minati.
Saat ini, aku masih berkutat
dengan kesibukan kuliahku. Kehidupan kampus memang berbeda dengan kehidupan
sekolah menengah. Semuanya serba mandiri, serba dilakukan sendiri atas keinginan
dan kesadaran diri. Aku bersyukur dapat melewati tiga semester dengan cukup
baik, walaupun tidak bisa juga dikatakan yang terbaik. Setidaknya, aku sudah
berusaha semaksimal mungkin dengan kemampuanku yang murni. Saat aku lelah, atau
ingin menyerah aku kembali mengingat perjuanganku hingga saat ini, mengingat
mereka –orang-orang yang tak pernah menyerah untukku- yang ingin kubahagiakan
:’)
Kedepannya, tantangan akan
semakin berat. Aku harus cepat menyesuaikan diriku dengan perubahan yang ada.
Aku yakin, tidak ada kesuksesan yang didapatkan dengan mudah. Semakin ke sini,
aku semakin menyadari bahwa seorang Bidan memiliki peranan yang penting sebagai
garda terdepan pelayanan kesehatan utamanya untuk Ibu dan bayi. Tenaga
kesehatan yang berkualitas harus memiliki keterampilan yang baik dan sikap
profesionalitas. Hal itulah yang sedang kuupayakan saat ini. Tidak hanya
mengisi otakku dengan berbagai ilmu, tetapi juga melatih keterampilanku untuk
menolong para wanita dalam bidang kesehatan reproduksi. Semoga, angka kematian Ibu
dan angka kematian bayi di Indonesia semakin berkurang seiring dengan banyaknya
lulusan tenaga kesehatan yang menolong dengan ikhlas, terampil, handal dan
professional.
Sumber :
http://rinspiration95.blogspot.com/2015/04/this-is-my-dream.html
***
Tahun ini, Novel Kita Terbit
byAruki
Mimpi, atau yang lebih senang kusebut dengan IMPIAN adalah sesuatu yang membuat hidup bergerak lebih dinamis. Dengan impian, hidup seseorang akan lebih bergairah karena memiliki sesuatu yang ingin dicapai.
Sejak kecil impianku adalah menjadi
penulis. Melahirkan banyak buku yang bisa menginspirasi orang-orang yang
membacanya. Hanya saja impian itu pernah padam. Terlupakan begitu saja dengan
target-target sementara yang nyatanya sangat menyita waktu dan pikiran. Impian
jadi penulis mengendap dalam angan dan nyaris terlupakan sebelum kumulai usaha
untuk mewujudkannya.
Impian itu masih tetap diam sampai
aku ‘bertemu’ seseorang yang ternyata bisa membangkitkannya kembali. Teman
dunia mayaku yang tak pernah kutemui sebelumnya, juga adalah gadis yang punya
kecintaan besar dalam dunia tulis-menulis. Akhirnya, setelah hampir empat belas
tahun melupakan impian sendiri, keinginan besar untuk mewujudkannya lahir dan
membuat hari-hariku selama beberapa bulan ini terasa sangat berarti. Bersama
temanku, kami membuat target ‘TAHUN INI NOVEL KITA TERBIT’.
Langkah pertama yang kulakukan untuk
mewujudkan impian itu adalah rajin mengikuti kompetisi menulis yang diadakan
penerbit. Saat browsing internet
mengenai lomba menulis, muncullah satu informasi tentang ‘Ghost Writing
Competition’ yang diadakan salah satu penerbit besar. Aku dan temanku
mengikuti lomba itu dengan antusias meskipun tanpa target apa-apa, karena
merasa masih sangat amatir dalam hal menulis.
Tak disangka, cerpen yang kami tulis
menang. Temanku terpilih sebagai pemenang favorit, dan aku mengantongi juara
pertama. Sebagai hadiah dari keikutsertaan kami dalam kompetisi itu, penerbit
akan menerbitkan cerita kami dan memasukkannya dalam antologi cerpen horror
bersama partisipan yang lain. Sekarang Antologi Cerpen Horor itu telah beredar
di toko-toko buku, dan salah satunya telah duduk manis di rak bukuku.
Ini sungguh start point yang
manis buat kami. Dan bagiku pribadi, ini adalah awal yang memberiku motivasi
besar untuk tak menyia-nyiakan banyak waktu lagi.
Maka dimulailah proses menulis yang
ternyata luar biasa menyenangkan. Mulai dari mengumpulkan ide, menamai
karakter, menciptakan konflik dan twisting plot, hingga membuat ending
kulakukan sembari terus bertukar pendapat dengan temanku. Tidak jarang kami
saling memberi kritik yang kadang membuat panas hati. Tapi kami sadar bahwa
kritik itu adalah pecut yang akan membuat kami berlari lebih kencang dan lebih
bersemangat.
Aku percaya bahwa impian besar tak
bisa diwujudkan sendirian. Oleh karena itu, bersama teman dunia mayaku, kami
berlomba untuk menyelesaikan naskah novel untuk dikirimkan ke penerbit. Selama
proses menulis naskah itu, kami tetap mengikuti lomba menulis yang diadakan
penerbit untuk menambah pengalaman kami dalam dunia kepenulisan. Kami juga
aktif mengikuti lomba berhadiah buku yang diadakan penulis untuk saling
bersilaturahim dengan sesama penulis. Makin banyak motivasi, makin cepat impian
itu bisa terwujud.
Sekarang impian itu telah di depan
mata, tinggal berlari sedikit lagi sampai aku benar-benar bisa menggenggamnya
dengan kedua tanganku sendiri.
Motivasi dan konsistensi adalah dua
hal yang selalu kujaga dalam diriku agar impian itu tidak tertidur kembali
sebelum sempat diwujudkan. Selain mendapat motivasi dari teman, aku juga
memotivasi diriku sendiri dengan sering membaca pengalaman penulis pemula di
internet. Bagiku mereka adalah teman seperjuangan meskipun tidak saling
mengenal. Lalu setelah memotivasi diri sendiri, aku akan konsisten berjalan di jalur
yang sudah aku pilih. Memilih penulis sebagai karir hidup dan menjadi sukses
dengan itu.
Sumber :
https://arukiwords.wordpress.com/2015/04/19/tahun-ini-novel-kita-terbit/
***
Time to Reflect and Change
by Lala
"Tujuan awalku memang hanya untuk mengikuti kuis, namun hal lain yang lebih penting tiba-tiba menyeruak dalam pikiran. Aku mulai mulai memikirkan masa depan dan menyusun rencana, tentang apa yang akan kulakukan selanjutnya."
Kadang, kalau ditanya apa impianku dan
bagaimana cara mewujudkannya, aku malu. Karena baru terpikirkan olehku,
"Apa hal berarti yang telah kulakukan untuk menggapai mimpiku? Sepertinya
tak ada."
Aku mungkin tak seperti orang lain yang
punya keberanian dan tekad kuat untuk mewujudkan impiannya. Aku hanya punya
keinginan, tanpa punya keberanian untuk merealisasikannya.
Tahun berganti, impianku pun ikut berganti. Alasannya beragam. Karena banyaknya hal-hal baru yang kuketahui, misalnya, yang menjadi salah satu pertimbanganku dalam menyusun impian. Tetapi, seringnya karena aku ragu tak dapat mewujudkannya.
"Aku pernah mencoba, namun gagal. Lalu dengan mudahnya, aku menyerah."
Impianku boleh dikatakan sangat sulit untuk digapai, jika aku tak mau berusaha. Setiap orang pastinya bertujuan untuk membahagiakan diri sendiri dan kedua orangtuanya.
Impian utamaku untuk saat ini adalah, masuk perguruan tinggi negeri favorit agar dapat membanggakan keluarga. Universitas Indonesia, kampus impian banyak orang.
Aku tahu itu sangat sulit. Dan aku sadar, aku bukan orang jenius. Tapi, aku akan terus mencoba. Karena kuyakin, usaha takkan mengkhianati hasil. Aku telah gagal dalam jalur SNMPTN. Aku sadar aku tak berjuang dengan keras selama 3 tahun kemarin, hingga nilai raportku membuatku pesimis, tak dapat mencukupi. Tetapi aku yakin, Tuhan pasti akan memberikan jalan bagi hambaNya yang mau berusaha. Alhamdulillah, kedua orangtuaku sanggup membiayaiku untuk mengikuti bimbingan belajar, dan aku berjanji akan benar-benar serius menjalaninya. Aku tak mau uang yang mereka kumpulkan dengan susah payah terbuang sia-sia. Aku akan giat belajar agar lolos lewat jalur tertulis nanti.
Tahun berganti, impianku pun ikut berganti. Alasannya beragam. Karena banyaknya hal-hal baru yang kuketahui, misalnya, yang menjadi salah satu pertimbanganku dalam menyusun impian. Tetapi, seringnya karena aku ragu tak dapat mewujudkannya.
"Aku pernah mencoba, namun gagal. Lalu dengan mudahnya, aku menyerah."
Impianku boleh dikatakan sangat sulit untuk digapai, jika aku tak mau berusaha. Setiap orang pastinya bertujuan untuk membahagiakan diri sendiri dan kedua orangtuanya.
Impian utamaku untuk saat ini adalah, masuk perguruan tinggi negeri favorit agar dapat membanggakan keluarga. Universitas Indonesia, kampus impian banyak orang.
Aku tahu itu sangat sulit. Dan aku sadar, aku bukan orang jenius. Tapi, aku akan terus mencoba. Karena kuyakin, usaha takkan mengkhianati hasil. Aku telah gagal dalam jalur SNMPTN. Aku sadar aku tak berjuang dengan keras selama 3 tahun kemarin, hingga nilai raportku membuatku pesimis, tak dapat mencukupi. Tetapi aku yakin, Tuhan pasti akan memberikan jalan bagi hambaNya yang mau berusaha. Alhamdulillah, kedua orangtuaku sanggup membiayaiku untuk mengikuti bimbingan belajar, dan aku berjanji akan benar-benar serius menjalaninya. Aku tak mau uang yang mereka kumpulkan dengan susah payah terbuang sia-sia. Aku akan giat belajar agar lolos lewat jalur tertulis nanti.
Aku
sadar, aku telah banyak mengecewakan orangtuaku. Jadi, sebisa mungkin aku akan
berusaha untuk menggapai impianku ini, agar mereka bangga, agar mereka tak
kecewa. Dan jika aku dapat mencapai impianku kali ini, aku yakin akan
mempermudah jalanku untuk mencapai impianku selanjutnya. Seperti...
Jika
berbicara tentang cita-cita, cita-citaku terus berubah. Dulu aku ingin menjadi
dokter, lalu ingin menjadi arsitek, pengacara, dan terus berubah, sampai
sekarang aku ingin menjadi diplomat. Sangat sulit dicapai memang, jika aku
hanya berdiam diri di tempat, sementara para rivalku terus bergerak maju. Yang
aku tahu, aku harus belajar dengan keras dan tekun hingga dapat mewujudkannya.
Aku akan terus mematangkan persiapanku.
Seperti
yang dikatakan oleh banyak orang,
"Life begins at the end of your
comfort zone." Begitu juga dengan impianku, aku baru akan
dapat menggapainya jika aku telah berhasil keluar dari zona nyaman. Namun
sayangnya, aku bukanlah seorang yang pemberani, yang berani mencoba hal baru.
Banyak pertimbangan yang membuatku ragu, yang akhirnya membuatku hanya
melepaskan impianku begitu saja, tanpa berusaha lebih jauh.
Contohnya
saja, aku juga berkeinginan untuk menghasilkan uang sendiri agar tidak terlalu
memberatkan orangtua. Namun awalnya, karena aku bukan termasuk orang yang
pemberani untuk mencoba hal baru, dan aku merasa masih terlalu muda, belum ada
langkah-langkah pasti yang kuambil untuk mewujudkannya. Aku terlalu takut untuk
mencoba, rasa gengsi pun menghantuiku. Aku pernah mencoba jualan di sekolah
sewaktu SMP. Keuntungannya lumayan, namun aku berhenti. Bukannya sombong, namun
karena dulu pikiranku belum dewasa, kupikir, tanpa berjualan pun aku masih bisa
membeli apa yang kuinginkan. Aku tak pernah membayangkan roda kehidupan
benar-benar berputar. Kadang kita berada di atas, dan kadang di bawah.
Dan kali
ini, aku sedang mengalami yang kedua. Berada di bawah. Ya, walau tak parah,
tapi aku merasakan perbedaannya. Mungkin aku tak seperti orang-orang yang lebih
'nekat'. Tapi aku akan mencoba. Jika selama ini aku tak begitu menghargai
sesuatu yang bukan dihasilkan oleh keringatku sendiri, maka kali ini aku
mencoba menjadi mandiri. Caranya, aku dan teman-temanku sudah merencanakan
untuk bekerja selama liburan ini, agar dapat menghasilkan uang sendiri. Agar
tidak menghambur-hamburkan uang untuk hal yang tak penting. Agar aku dapat
mengerti apa itu kerja keras, dan menghargai hasilnya.
Begitu
banyak impianku. Yang lainnya adalah, aku ingin menjadi seorang penulis, yang
terkenal, yang tulisannya disukai banyak orang. Mungkin untuk saat ini, aku
hanya akan berlatih, dengan cara sering menulis. Lalu lagi-lagi, harus
memberanikan diri untuk mengirim tulisanku kepada majalah terlebih dahulu atau
dengan mengikuti lomba-lomba menulis. Perlahan namun pasti. Lalu selanjutnya,
di saat kepercayaan diriku sudah terbentuk, aku akan mencoba mengirim naskah
kepada penerbit. Tentunya dengan keberanian menerima kemungkinan terburuknya.
Aku
benar-benar berpikir keras saat menulis posting
kali ini. Beberapa kali aku terdiam, merenungi, apa benar aku mampu
melakukannya? Setelah membacanya berkali-kali, aku menjadi yakin, bahwa aku
pasti dapat mengalahkan ketakutanku dalam mencoba hal baru jika aku mau. Karena
dimana ada kemauan, disitu pasti ada jalan. Aku akan keluar dari zona
nyamanku. Aku akan lebih siap menghadapi realita, seiring dengan umurku yang
baru akan menginjak angka delapan belas tahun. Aku akan menilai sesuatu
dari sudut pandang lain. Aku akan bersikap lebih bijak dalam menyikapi sesuatu.
Aku akan berpikir lebih jauh, memikirkan how
dan why, bukan hanya what. Memikirkan bagaimana dan mengapa
aku harus fokus pada impian, bukan hanya memikirkan apa impianku. Aku akan
menjadi orang yang berbeda, bukan lagi seorang yang hanya pandai bermimpi,
tetapi juga orang yang pandai membuat impiannya menjadi nyata.
Sumber :
http://undermyevergreen.blogspot.com/2015/04/time-to-reflect-and-change.html?m=1
***
Menulis
By Dita
Setiap orang dianugrahi kelebihan oleh Sang Pencipta, memiliki suara yang merdu, memiliki tangan yang lihai melukis, memiliki tubuh gemulai saat menari, memiliki potensi yang bisa terus dicari dan digali. Aku senang menulis, menulis salah satu caraku membuat jejak dalam kehidupan bahwa aku pernah ada.
Mimpi kecilku menjadi seorang dokter, tapi setelah aku merasakan kenyamanan diri dengan menulis, aku mengubah mimpiku menjadi “penulis”. Aku mulai menuliskan kehidupan sehari-hariku dibuku harian sejak sekolah dasar. Awalnya hanya karena tugas mata pelajaran bahasa Indonesia, tapi akhirnya berlanjut. Aku suka menceritakan apa saja yang aku alami meskipun hanya hal-hal kecil dan konyol, seperti hari ini ada temanku yang jorok namanya X pipis dicelana, hari senin aku jadi petugas pengibar bendera saat upacara tapi bendera yang aku pasang terbalik, atau aku hari ini jatuh saat pelajaran olahraga dan kakiku berdarah.
Hobby menulisku tidak berhenti begitu saja, saat SMA aku mengembangkan kemampuan menulis dengan bergabung di Organisasi Karya Tulis Ilmiah Remaja, yaaa… Di sanalah aku mulai asyik dengan tulisan-tulisan ilmiah dan pertama kalinya menjadi juara menulis sejarah Indonesia dan menjadi tim penulis buku penelitian sekolah. Semangatku menulis semakin menggila sejak itu.
Mimpiku menjadi seorang penulis sempat sirna, karena orangtuaku menginginkan aku kuliah di salah satu Fakultas Kesehatan. Harusnya aku kuliah di Fakultas sastra yang dapat membantu mengasah kemampuan menulisku. Namun aku tidak begitu saja menghapus mimpiku, akhirnya saat kuliah aku memilih aktif dalam organisasi menulis kampus. Masa-masa kuliah inilah yang semakin membentuk prinsip hidupku “aku berfikir maka aku ada”. Aku berhasil mendapatkan beberapa juara menulis dari tingkat Universitas sampai menjadi juara menulis Nasional, mengalahkan penulis-penulis muda dan berbakat dari berbagai provinsi, hingga mengantarkanku mendapat penghargaan dari Presiden di Istana Negara. Betapa bahagianya aku, bisa dikenal banyak orang dengan diliput dibeberapa media cetak, menjadi narasumber atau pemateri di event menulis. Aku juga bersyukur tidak mengecewakan orangtuaku untuk kuliah di Fakultas Kesehatan, dan aku bisa membanggakan sekitarku dengan mimpi kecilku menjadi “penulis”.
Mimpiku menjadi seorang penulis kembali sirna dan memudar saat aku lulus kuliah dan menyandang gelar sarjana. Jarang ada lomba menulis ilmiah untuk umum, karena aku bukan lagi seorang mahasiswi, dan aku mulai jarang melatih kemampuan menulisku. Aku mulai sibuk bekerja di Rumah Sakit, aku sedang asyik menafkahi diri sendiri, kesibukan itu membuatku mulai lupa dengan mimpiku. Namun lambat laun aku merasa ada yang kurang saat aku mulai berhenti menulis. Akhirnya aku memanfaatkan waktu luangku saat bekerja untuk menulis cerita-cerita sederhana dalam blog dan mulai aktif kembali mencari informasi lomba menulis online.
Aku kembali mengasah kemampuan menulisku tapi bukan dalam tulisan ilmiah seperti sebelumnya. Aku belajar menulis cerita pendek, setidaknya aku bisa berkarya walaupun dengan tulisan-tulisan sederhana. Syukurku pada Tuhan, aku masih diberi kemampuan dan waktu luang untuk mengasah otak dan terus berkarya. Beberapa cerita pendekku ada dalam buku-buku yang diterbitkan oleh penerbit indie, dan mendapat beberapa penghargaan sebagai kontributor terbaik di beberapa penerbit indie.
Mimpi kecilku menjadi “penulis” tidak akan pernah aku hapuskan, pasti ada jalan untuk terus berkarya. Jangan berhenti menggali potensi diri, ada sisi lain yang mungkin belum ditemukan. “Aku sedang menulis, menulis lagi, menulis terus”.
Sumber :
https://dita27.wordpress.com/2015/04/19/sedang-menulis-menulis-lagi-menulis-terus/
***
Aku dan Impian
By Heny Windiani
Hhmm impian, kalau ditanya soal impian, jujur saja saya sedikit bingung menjawabnya , ya karena impian yang saya punya banyak sekali. Tapi untuk menjadi tema tulisan ini sepertinya saya harus mencantumkan impian terbesar saya. Sedikit malu sih mengatakannya, tapi, ya sudah lah..
Impian saya
adalah bisa berbahasa inggris dengan benar dan lancar. Jangan tertawa, kerena
impian saya ini terlalu euum, terlihat konyol ya.
Dulu semasa
duduk di bangku sekolah menengah pertama, saya kurang menyukai pelajaran Bahasa
Inggris, dan saya sulit sekali untuk mengerti, tentang banyak tenses, tapi saat
itu, saya tidak pernah ambil pusing dan tetap saya tak acuh tentang betapa
pentingnya Bahasa Inggris. Hingga saya menginjak kelas 2 SMA saya membaca
sebuah novel terbitan GagasMedia, yang berjudul Restart, karya kak Nina Ardianti. Novel itu bercerita tentang
kehidupan percintaan seorang bankir, dibeberapa percakapan menggunakan Bahasa Inggris.
Entah karena cerita yang disuguhkan di novel tersebut bagus, atau saya emang
tertarik dengan profesi si tokoh utama novel itu. Namun setelah membaca novel
itu (saya keseringan membuka kamus karena lumayan banyak kosa kata yang tidak
saya mengerti), hal pertama yang terlintas di fikiran saya adalah , ‘ ternyata
Bahasa Inggris itu keren’. Dari situ, saya mulai memandang serius Bahasa Inggris.
Sebagai seorang pembaca yang kagum atas tulisan sebuah buku, saya mulai menjadi
seorang ‘stalker’ di akun twitter
penulis novel itu, saya kagum atas pencapaian sang penulis, dan mulai dari situ
juga saya menentukan cita-cita saya ingin menjadi seorang bankir. Saya mulai lebih
fokus memperhatikan guru Bahasa Inggris yang sedang mengajar. Tapi toh entah karena keseriusan saya
terhadap Bahasa Inggris terlambat atau emang otak saya yang bolot, saya masih
belum mengerti garis-garis besar Bahasa Inggris, bahkan yang saya tahu hanya 16
tenses, pun tidak pernah hapal.
Saya hampir
putus asa waktu itu, hingga kelas 3 SMA saya mengikuti bimbingan belajar untuk
masuk salah satu Perguruan Tinggi Kedinasaan (PTK). Salah satu yang diujiankan
juga ada Bahasa Inggris, saya sangat malu karena saya bodoh banget dalam mata
pelajaran tersebut. Mungkin bertanya kenapa saya enggak les Bahasa Inggris
saja, dan kenapa memilih les untuk masuk PTK ? Jawabannya karena saya berasal
dari keluarga yang sederhana. Saya disuruh oleh Papa ikut bimbingan belajar
untuk masuk PTK, saya tidak sampai hati bilang ke Papa ingin ikut les Bahasa
Inggris juga agar bisa berbahasa inggris. Dan tiba saat Ujian Seleksi Masuk,
saya hanya bisa menjawab saparuh dari 80 soal Bahasa Inggris, sisanya cap cip
cup, yang lebih parahnya , seperempat dari yang berhasil saya jawab, adalah
hasil pemikiran yang ‘menurut saya benar’. Iya saya memang bodoh.
Tiba saat pengumuman,
yang saya sudah perkirakan sebelumnya. Saya tidak lulus. Saya marah, saya
sedih. Saya marah kepada diri saya sendiri kenapa saya tidak belajar lebih
giat. Saya sedih, karena saya telah mengecewakan Papa yang telah mengeluarkan
dana yang tidak sedikit untuk bimbel tersebut. Tapi dalam hati saya, saya tetap
bertekad ‘saya harus bisa berbahasa Inggris’.
Untuk
mencapai impian saya yang lain, yaitu menjadi seorang bankir, saya kemudian
kuliah di salah satu perguruan tinggi swasta yang ada di kota saya , dengan
jurusan Akuntansi, yang sekarang baru semester 2. Jangan bilang saya melupakan
impian saya bisa berbahasa Inggris. Tidak. Saya tetap berusaha sendiri. Saya
termasuk orang yang punya idola penyanyi luar negeri, seperti Ed sheeran,
Taylor Swift, Maroon 5, boyband
luar seperti One Direction (saya bukan directioners, saya cuma
suka lagunya saja), bahkan yang jadul seperti Westlife. Ya, seperti yang
kita tau, lagu-lagu mereka nggak ada tuh yang berbahasa Indonesia. Karena
sering mendengar lagu-lagu dari mereka , saya makin termotivasi buat pintar
berbahasa Inggris. Saya mulai dari mencoba menghapal lirik lagunya, agar
pengucapannya pas, sampai saya terjemahin baris tiap baris lagu yang saya suka
dengan membuka kamus mencari kosa kata yang belum saya mengerti dan
menghubungkannya. Kadang kalau lagi datang malas saya (saya juga manusia yang
bisa merasakan malas haha) saya menterjemahkan lirik lagu meminta bantuan ‘google
translate’ yang sebenarnya, sedikit sekali membantu untuk mengingat
kosa kata, dan juga terkadang artinya sedikit melenceng dari arti sebenarnya.
Ya alhamdulillah Bahasa Inggris saya mulai membaik dari sebelumnya.
Suatu hari
saya pernah menanyakan sesuatu kepada salah satu penulis merangkap editor GagasMedia.
Saya menanyakan pertanyaan di akun ask.fm dengan anonim karena saya malu jika
memberikan identitas saya. Saya bertanya begini “bang kalo boleh tanya lain
dari dunia penulisan, bang Bara bisa berbahasa Inggris itu, belajar, les, atau
bagaimana?” dan tanpa di sangka ternyata di balas, begini jawabannya “saya
banyak belajar bahasa inggris dari main game. Ini serius. Game-game jenis RPG
(Role Playing Game) yang saya mainkan di playstation banyak membantu saya dalam
belajar bahasa Inggris, karena gamenya mempunyai jalan cerita, jadi untuk bermain
saya harus mengerti ceritanya, dan itu membuat saya sering main game sambil
buka-buka kamus. .....” saya jadi berfikir, ‘waah, sama seperti saya, cuma
bedanya dia game, dan saya lagu. Dia saja bisa mengapa saya tidak?’ Saya makin
bersemangat agar bisa mencapai impian saya ini.
Saya juga
pernah melakukan percobaan dengan adik saya, yang kelas 3 SMP, dia juga sama
seperti saya, ingin sekali bisa berbahasa inggris. Kami juga penyuka film-film
barat, bahkan kami lebih menyukai film yang suaranya tidak didubbing ke Bahasa
Indonesia, berasa original gitu. Suatu hari kami membuat perjanjian bahwa,
dalam satu hari, selama satu jam kami berdua harus berkomunikasi dengan bahasa
Inggris, tidak ada Bahasa Indonesia. Alhasil dihari percobaan pertama,
komunikasi kami terlihat lucu, dengan kalimat yang terbata-bata karena mencari
grammar yang tepat. Juga dengan gerakan tangan karena tidak tau apa terjemahan
dari suatu kalimat yang kami maksud. Percobaan rutin ini hanya berjalan 6 hari,
dan perjanjian pun diubah, menjadi setiap hari minggu selama 1 jam, karena
kesibukan kami (sebenarnya saya sih yang sibuk, karena saya kuliah malam).
Sampai saat
ini, saya masih belum lancar berbahasa Inggris, yaa kalau sedikit-sedikit saya
bisa lah hahaha. Pintar, lancar dan benar berbahasa Inggris masih menjadi
impian terbesar saya. Saya percaya, sangaat percaya kalau secepatnya saya harus
dan bisa. Setelah bisa berbahasa Inggris , barulah saya mengejar impian saya
menjadi bankir, atau berbarengan juga menurut saya nggak salahkan.
Sumber :
http://pengumpulkenangan.blogspot.com/2015/04/aku-dan-impian.html
***
Note :
Tulisan di atas sudah melalui proses penyuntingan, namun tidak menghilangkan atau merubah makna dari kalimat sebenarnya yang ditulis oleh sumber.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar