Selasa, 09 Juli 2013

Moment

Namaste.. 

Sudah hampir dua bulan berlalu dari blog dan informasi terakhir yang saya post di dalamnya. Apa kabar mengenai news itu?
Oke, jangan kuatir, dalam post kali ini, saya akan membaginya. Saya akan sharing-sharing mengenai persiaan momen spesial itu.
Rencana sudah sempat tercetus di akhir tahun 2012. Tahun berikutnya baru akhirnya dijalankan. Sebelum proses lamaran dilakukan, ada request khusus yang saya minta dari dia (pasangan saya) waktu itu. Saya adalah anak terakhir dari tiga bersaudara. Kakak tengah saya perempuan, dan belum menikah. Untuk menghormati kakak saya - di luar tradisi adik perempuan harus menyiapkan pelangkah untuk kakak perempuannya - maka saya meminta dia untuk ijin secara face to face dengan kakak saya. Beberapa kali rencana ini terpaksa di undur karena saya dan dia tidak tinggal satu kota dengan kakak (keluarga saya yang lain), jadi kami baru bisa berkunjung ke rumah orangtua saya ketika hari yang pas saat dia libur bekerja. Ketika bertemu dengan jadwal yang pas pun, rencana itu terpaksa batal karena kakak saya sedang tidak di rumah. Sempat beberapa kali gagal sampai akhirnya, hari itu tiba.

Meskipun tidak diutarakan dengan kata-kata manis dan indah, hanya kalimat simple, tapi waktu itu saya terharu banget. Saya cium tangan kakak saya, tapi habis itu saya langsung kabur. Dasarnya saya ini cengeng, tapi saya malu kalau nangis di depan umum, termasuk di depan keluarga dan orang-orang deket saya. Makanya setelah itu saya menjauh. 
Kakak saya sempat bilang, 'nggak usah pake kayak gini-ginian segala kali. Udah, nggak apa-apa.' Tapi buat saya, satu kalimat itu berarti banget. Kalau ada yang bilang, 'restunya Ibu restunya Allah'. Maka saya bilang, 'restunya kakak saya, pelancar untuk pernikahan saya'.  Setelahnya, kakaknya sayalah yang mempunyai andil besar pada proses pernikahan saya. Istilahnya, saya yang menikah, dia yang sibuk. :))

Singkat cerita, setelah ijin telah diantongi, proses lamaran pun dilakukan. Minggu awal bulan Maret 2013.
Setelah proses lamaran barulah saya benar-benar bergerak untuk melakukan persiapan. Pada proses lamaran, belum ada kesepakatan penentuan hari pernikahan. Karena kedua orangtua kami tidak menganut sistem perhitungan hari baik, maka untuk momen tersebut orangtua kami menyerahkan sepenuhnya kepada kami (saya dan dia). Sebelum hari lamaran saya dan dia sempat berdiskusi. Karena saya ingin momen spesial itu semakin terasa spesial, maka saya mengusulkan acara pernikahan bertepatan dengan tanggal dan bulan lahir saya. Waktu itu dia setuju-setuju saja. "semakin cepat semakin bagus" kalimat itu yang dia lontarkan pada saya waktu itu (maklumlah ya, dia menunggu saya sudah berabad-abad, jadi dia juga tidak terlalu memusingkan masalah tanggal. Maka tercetuslah tanggal 2 juni 2013. Sehari lebih cepat dari hari ulang tahun saya yang jatuh pada tanggal 3. Mengingat pada tanggal 3 bukan hari libur, maka dengan berat hati  saya majukan menjadi tanggal 2. Tanggal itu pun sudah saya beritahukan pada orangtua saya sebelum lamaran dan kembali memastikannya setelah lamaran, dan mereka tidak terlalu ribet masalah tanggal. 100% semua diserahkan kepada saya. 

Persiapan sebenarnya sudah saya lakukan mulai dari akhir tahun, dengan mencari referensi-referensi melalui internet. Tapi baru benar-benar bergerak setelah lamaran (karena takut mendahului eh ternyata malah nggak jadi, akhirnya menunggu sampai benar-benar acara lamaran sudah terlaksana). Maka saya cuma punya waktu 4 bulan untuk mengurus semuanya. Karena saya sudah menyiapkan referensi-referensi, maka selanjutnya saya tinggal mendatangi satu per satu venor untuk mencari yang sesuai dengan pilihan hati.

Akhirnya perburuan pun di mulai. Dalam proses pencarian ini, tadinya saya ingin bekerja sendiri, karena tidak ingin merepotkan keluarga. Tapi ternyata tetap tidak bisa. Saya butuh kepala lain untuk diajak berdiskusi, karena ini adalah momen sekali seumur hidup, saya tidak ingin sampai salah memilih dan akhirnya nggak sesuai harapan. Maka setiap kali mendatangi venor saya melibatkan Mama dan Kakak perempuan saya. Kami pun kemudian berbagi tugas. Mama mengurus catering. Kakak saya mengurus dekorasi A sampe Z. Saya mengurus hal-hal detail seperti undangan, souvenir dan lain-lain.

Menurut pengalaman saya. Ada tiga hal yang krusial yang wajib mendapat perhatian lebih untuk persiapan pernikahan :
1. Konsep / tema
2. Lokasi
3. Custom dan tata rias
4. Catering
5. Waktu

Tema / konsep 

Kenapa konsep menjadi penting untuk dicetuskan pertama kali? Karena dengan tidak adanya konsep, maka kita pun tidak akan memiliki bayangan, seperti apa acara yang kita inginkan. Apakah kita hanya ingin acara sakral itu berlalu begitu saja dengan format standar pada umumnya, atau membubuhkan ide-ide spesial di dalamnya. Ingin menggunakan format seperti acara pernikahan pada umumnya pun termasuk konsep. Jadi kita wajib menentukan model seperti apa yang kita inginkan untuk acara momen penting ini. Nantinya konsep juga yang akan mempengaruhi model dekorasi seperti apa yang kita mau untuk menghias pelaminan dan suasana acara. 

Menurut saya, pernikahan itu hari spesial, jadi juga harus dirancang dengan spesial karena akan terjadi sekali seumur hidup. Bertolak dari kata spesial, maka saya pun menginginkan acara yang berbeda, tidak sama. Sebelum saya memutuskan untuk menikah, jauh sebelumnya, saya pernah berangan-angan untuk melangsungkan pernikahan dengan konsep acara outdoor. Untuk prosesi akad dan resepsi pun dilangsungkan di lokasi yang sama. Swimmping pool area.

Memilih konsep outdoor memang rawan pada unsur cuaca. Apalagi Kaltim tidak seperti di daerah Pulau Jawa yang musim hujan atau kemarau bisa diprediksi. Di sini hujan bisa turun kapan saja. Saya tahu konsekuensi ini, tapi pada saat itu, hujan bukan sesuatu yang paling saya khawatirkan. Saat itu saya hanya berpegang pada doa. Karena saya akan melangsungkan hari baik, saya yakin Tuhan pasti akan mendengarkan dan punya rencana tersendiri. Jadi intinya berserah diri saja. Ketika hari H semakin dekat. Orangtua saya pun tidak memutuskan untuk menggunakan pawang. Yang menjadi pawang kami saat itu hanya doa dan nazar. Alhamdulillah, hujan turun setelah akad selesai siang hari degan intensitas yang tidak terlalu deras, dan kami menganggap itu sebagai rejeki, yang diberikan Tuhan kepada saya dan dia di hari pertama kami sah menjadi pasangan suami-istri. Dan pada saat resepsi malam hari. Cuaca cerah.

pool party
Lokasi

Kalau menurut saya, konsep berkaitan erat dengan lokasi atau tempat pernikahan dilangsungkan.Jika telah memiliki konsep, maka kita juga pasti akan mempunyai bayangan lokasi seperti apa yang cocok dengan konsep terebut. Seperti saya, saya menggunakan konsep outdoor, jadi saya pun mencari beberapa referensi lokasi yang bisa dijadikan pilihan.

Saya pun mulai mencari referensi-referensi lokasi yang cocok sejak memutuskan untuk menikah tahun 2013. Setelah melewati pertimbangan dan waktu yang panjaaaaaang (lebai dikit ah) akhirnya saya memilih konsep pool party (padahal renca awal garden party atau beach party). Tapi karena acara dilangsungkan di Kota Samarinda yang sama sekali tidak terdapat pantai, maka daftar ini segera saya blacklist. Sementara untuk garden party terpaksa juga saya coret karena tidak menemukan lokasi yang eye cacthing. Akhirnya rekomendasi pun jatuh pada pool party. Tepatnya di Hotel Mesra International Samarinda)

Untuk tempat, saran saya sebaiknya dilakukan jauh-jauh hari. Untuk menghindari kekecewaan ketika akan memesan dan ternyata sudah di booking lebih dulu oleh orang lain. Seperti pengalaman yang saya alami saat pencarian lokasi swimming pool alternative.

tempat prosesi akad

areal sangkulirang pool



Custom dan tata rias

Untuk perempuan yang akan menikah, sebenarnya hal yang paling dominan yang mereka pikirkan di hari bersejarah itu adalah perkara custom dan tata rias. Hayo ngaku....
Perempuan mana sih yang tidak ingin terlihat cantik dan berbeda di hari pernikahan mereka? Kalau bisa menjadi satu-satunya perempuan paling cantik (istilahnya ratu sehari) di momen itu. Makanya, biasanya, sesi custom dan tata rias menjadi persiapan yang paling ribet dan memakan waktu yang lama (berdasarkan pengalaman saya) dari proses-proses yang lain. Cara menetukan tata rias sesuai dengan selera, rajin-rajinlah  browsing di internet dengan mencari data dari beberapa salon tata rias yang muncul di internet. Bandingkan dan selektif sedetail-detailnya, jangan sampai kecewa belakangan dan akhirnya menyesal (ini juga berdasarkan pengalaman, saya merasa tidak puas dengan hasil make over dari salon yang saya pakai jasanya saat resepsi kedua yang dilangsungkan di tempat tinggal suami. Bukannya hanya dari make overnya, tapi juga dari pelayanan jasa. Mengecewakan. Akibatnya, saya bahkan malas liat album pernikahan dengan si venor yang bersangkutan ini. (lhooo curhat).

Intinya, penting untuk tahu kredibilitas si venor dalam melayani dan hasil yang diciptakannya. Bisa tanya dari saudara atau teman atau siapa aja, yang pernah pake jasa di venor yang akan kita pilih. Cari referensi venor yang banyak. Semakin banyak yang kita jadikan referensi, pilihannya akan semakin variatif. 

Karena untuk momen spesial yang terjadi 2-6-13 itu saya melibatkan kakak perempuan saya yang super duper cerewet, saya jadi punya kacamata dan kepala lain untuk diajak membandingkan dan berdiskusi. Proses pemilihan custom dan tata riaslah yang paling lama dibandingkan yang lainnya. Bahkan selama 3 bulan persiapan. Belum ada satu pun salon yang kami pilih (masalah setiap venor yang kami datangi, ada saja kekurangannya, entah dari custom sampai penjabaran dekorasi outdoor yang tidak memuaskan. Karena saya ingin menggunakan kebaya yang simple dan nggak ribet megingat ini adalah acara outdoor, maka custom menjadi pertimbangan utama saya.Sementara kakak saya, lebih cenderung ke dekorasi. Berhubung saya tinggal tidak di Samarinda, untuk masalah ini kakak saya yang mengatur semuanya).
 Baru benar-benar menetapkan venor untuk custom, tata rias, fotografer, shooting, band akustik, dan dekorasi all in, sebulan sebelum acara. Kebetulan venor yang sya pakai ini sudah mencakup semua hal. Jadi kami percayakan 70% persiapan acara pada wedding organizer ini. Dan yang terpenting, kakak saya sangat sreg sekali dengan venor yang ini, dan akhirnya orangtua saya pun sama puasnya walaupun awalnya sempat ragu karena budget yang dikeluarkan lebih besar dari venor-venor yang sebelumnya kami datangi.

pelaminan. tadinya saya ingin full flower untuk background, tapi karena beberapa pertimbangan akhirnya dibuatlah seperti ini 
Untuk acara hantaran tadinya saya akan menggunakan custom dar venor, tapi karena ada kesalahan, saya terpaksa pakai baju pengganti. Dan baju pengganti yang saya pakai adalah baju yang digunakan kakak saya. Jadi jangan lucu deh, di scence berikutnya melihat kakak saya pakai baju itu. 
Setelah acara mandi-mandi, ada tradisi belarap dan bepacar. Tadinya cukup bingung menentukan akan menggunakan custom apa. Saya pengen yang simple dan bukan kebaya. Akhirnya setelah cari referensi, tercetuslah untuk menggunakan pakaian tradisional india, lehenga. Kemudian, si venor pun mencarikan baju yang saya mau. Waktu itu saya pikir, saya hanya ingin gunakan pakaiannya tanpa harus ada embel-embel selendang dan aksesorisnya yang ribet. Eh, akhirnya karena semua perlengkapan pakaian lehenga kudung dibeli, terpaksalah saya berdandan ala india. Alhasilnya, not badlah. Unik. 

Waktu akan menentukan konsep pernikahan, saya sudah memikirkan juga custom seperti apa yang akan saya gunakan. Setelah dipertimbangkan, untuk akad saya pakai kebaya dan untuk resepsi mengenakan gaun.
Saat memutuskan untuk menggunakan venor ini, baju yang dipajang oleh mereka tidak ada yang sreg di mata saya. Kebetulan mereka sedang membuat kebaya baru dengan warna biru dan coklat keemasan. Cocok dengan warna yang saya mau, untuk di pakai di akad, biru. Saya baru lihat model baju untuk akad ini, sehari sebelum acara, tapi syukur deh modelnya tidka jauh-jauh dari bayangan saya. 
 Nah, untuk custom resepsi, karena sudha keliling seantero penyewa gaun, tapi tidak ada satu pun gaun yang saya inginkan, akhirnya, saya putuskan untuk merancang sendiri. Model gaun yang saya mau, simple, tidak melebar dan tidak ada ekor yang panjang sampai berkilo-kilo meter. Karena ini acara outdoor, pikir saya akan lebih serasi jika customnya juga tidak ribet. Begitu mencari desain yang cocok, saya langsung eksekusi ke tukang jahit. 

Hampir 60% custom resepsi yang digunakan oleh keluarga saya dan dia di jahit di satu tempat yang sama (hanya satu penjahit, bayangkaaaan), sempat terjadi kejadian mendebarkan yang bikin saya pengen nangis plus marah-marah. Gaun yang saya gunakan itu baru selesai sehari sebelum acara, padahal menurut rencana, selesai beberapa hari sebelumnya. Kendala yang membuat gaun ini selesai tidak tepat waktu karena ada masalah sama listrik yang padam. 

Sementara jas yang dipakai suami saya sudah selesai seminggu sebelumnya. Belum lagi penjahit prbadi saya ini, lokasinya di Balikpapan, saat dikirim ke Samarinda  sempat ada trouble karena dititipkan dengan jasa angkutan antar kota (maksudnya biar lebih cepat sampai dari ekspedisi).  Saya terlambat datang untuk mengambil, sehingga si bus angkutan ini sudah lenyap dari persinggahan. 
Syukurlah, saat disambangi ke pangkalan bus, gaun saya aman. Waaah... nggak kebayang gimana leganya saya waktu itu. 
*sumringah lebar*

So, pelajaran yang bisa diambil dari kejadian ini adalah, kita boleh berencana tapi Tuhan-lah yang menentukan. :))

 Catering

Catering juga jadi bagian penting sebuah acara. Kalau acara sudah disusun secantik mungkin, tapi cateringnya tidak memuaskan? Rasanya kurang komplit. Sama halnya ketika kita menentukan venor, catering pun sebaiknya mencari referensi yang banyak. Selain perhitungan harga yang miring, pastikan juga kalau catering tersebut loyalitas melayani kliennya.

Urusan Catering, saya serahkan sama Mama, dibantu oleh kakak ipar saya. Karena kami menggunakan restorant hotel saat acara, jadi separuh catering berasal dari menu restoran itu.

Saya tidak bisa bercerita banyak soal catering. Tapi yang pasti, jangan anggap remeh urusan perut ini. Hehehe...

salah satu menu catering
 
Waktu

Kenapa waktu?
Semakin banyak waktu yang kita butuhkan untuk persiapan hari besar ini, semakin matang acara yang akan kita buat. Saya tidak tahu apakah waktu 4 bulan itu, adalah waktu standar minimum persiapan pernikahan, tapi buat saya 4 bulan rasanya masih kurang, apalagi ini adalah untuk pertama kalinya keluarga saya melakukan prosesi acara besar sekelas pernikahan. Jadi kami belum mempunyai pengalaman secara langsung terjun mengurus ini semua, meski pernah melihat saudara-saudara yang lain.
Di pertengahan jalan, selalu ada saja hal-hal kecil yang terlupa. Tapi Alhamdulillah, semua masih aman, lancar dan terkendali.

Waktu yang saya katakan di sini, bukan hanya masa persiapan, tapi juga waktu yang berkaitan dengan pelaksanaan acara. Bisa dibilang saat acara resepsi agak 'sedikit' molor. Sehingga, tamu-tamu undangan datang lebih dulu ketimbang pengantinnya. Tapi ada hikmahnya juga, ketika kami masuk, kami jalan di red carpet bak artis yang hadir di acara bergengsi seperti award yang dinanti sejuta pasang mata (ah, lebai lagi). Hihihihihi...   

Tapi ini jangan ditiru. Ketepatan waktu itu penting sekali karena berhubungan dengan susunan acara.

tamu undangan yang terhormat

Waaahhh.. sepertinya saya sudah terlalu panjang bercuap-cuap di sini. Semoga yang membaca nggak boring ya. Dan semoga sharing panjang kali lebar ini bisa bermanfaat dan berguna bagi nusa dan bangsa (lhoo). Intinya, semoga bisa jadi bahan referensi bagi pasangan yang ingin menikah.

Foto-foto yang ada di sini hanya sebagian, kalau ada yang ingin lihat kenarsisan saat acara pernikahan saya, silahkan buka laman moment. Tapi kalau yang ogah, silahkan tutup saja blog ini. :)

Oya, sekedar informasi, berikut ini venor yang saya pakai:
- Dekorasi, tata rias, custom akad : Aida decoration
- fotografer : diamond
- shooting : LLH
- catering : (saya lupa)
- akustik band (aduh, saya juga lupa) 


Senin, 06 Mei 2013

Next Month

Makin dekat dengan hari H, semakin mendebarkan rasanya.
Oke, mungkin perlu dijelaskan dulu, makin dekat dengan hari H, maksudnya apaaaa?

Next month, tepatnya Bulan Juni, saya akan memasuki fase baru dalam kehidupan (cielaaaah). Saya yang sudah laku ini, akhirnya dipinang juga sama kekasih dambaan hati. Kalimat tepatnya sih 'bukan akhirnya dipinang' tapi 'akhirnya saya bersedia dipinang', mengingat kekasih dambaan hati ini sebenarnya sudah lama punya keinginan untuk meminang saya, tapi karena sayanya masih belum bersedia, si kekasih dambaan hati pun terpaksa menanti sampai saya bilang Yes, I will marry you.

Finnaly, impian dia (dan juga saya tentunya) akhirnya tinggal menunggu hari saja. Niat sebenarnya sudah ada sejak akhir tahun lalu, dan baru benar-benar dipersiapkan sejak awal tahun. Setelah proses lamaran dan sebagai-sebagainya, sekarang persiapan sudah hampir 70 persen.

Jadi mendebarkan karena konsep pernikahan jauh dari yang saya bayangkan. Tadinya saya hanya ingin menggelar acara yang sederhana dengan tema outdoor dan tamu yang terbatas, alias nggak mengundang banyak tamu. Karena menurut saya, moment spesial akan lebih kental jika kita melewatinya bersama dengan orang-orang terdekat saja.

Tapiiiiii............ karena saya juga tidak bisa mengabaikan pihak keluarga, impian itu terpaksa sedikit saya tandaskan, dengan meredam ego. Karena saya dan kekasih dambaan hati ini berasal dari dua kota yang berbeda, maka acara pun digelar di dua tempat. Samarinda dan Balikpapan.

Acara pernikahan pun rencananya digelar mendekati hari ulang tahun saya. Soal tanggal ini, memang atas request dari saya sendiri. Maunya sih, pas di hari yang sama, tapi karena ulang tahun saya bukan hari libur (karena saya pengen akad dan resepsi dilangsungkan di hari yang sama), maka tanggalnya dimajukan satu hari menjadi tanggal 2 Juni. Rencananya acara resepsi pernikahan juga sekaligus birday party untuk ulang tahun saya. Maksudnya biar dapet kado double. :D  

Kalau menilik ke belakang, sampai akhirnya mempersiapkan acara besar ini, seperti nggak menyangka akhirnya kami bisa memasuki fase ini, secara saya dan kekasih dambaan hati berhubungan jampir 6 tahun, dengan masa 4 tahun itu kami jalani dengan hubungan LDR alias Long Distance Relationship saat saya melanjutkan kuliah di Jogjakarta.
Melewati masa LDR memang nggak gampang, tapi juga bukan sesuatu yang sulit untuk dilewati ketika kita ikhlas menjalaninya, dan waktu 4 tahun saat saya menjalani itu, adalah buktinya. So, intinya, menjalani hubungan jarak jauh, tidak selalu hal-hal pahit yang dirasakan. Sama seperti hubungan normal pada umumnya, yang memiliki fase pasang dan surut, LDR juga begitu. 


Berhubung catatan saya kali ini bukan untuk membahas bagaimana menjalani LDR, saya akan berbagi di lain waktu soal ini. :) 

So, balik lagi soal hari besar saya yang akan berlangsung bulan depan. Sama seperti calon pengantin lainnya. Semakin dekat dengan hari H, perasaan jadi campur aduk. Penyebabnya banyak hal. Sampai hal sepele pun bisa jadi beban pikiran. 

Karena fase ini hampir dialami oleh setiap calon pengantin, saya mencoba untuk menikmati momen-momen ini. Setumpuk apa pun stress yang saya alami, saya menanamkan dalam diri saya, bahwa inilah fase dalam kehidupan yang akan dilewati oleh setiap orang, jadi jangan pernah merasa diri sendiri yang paling repot atau susah. Sama ketika menikmati proses menulis novel, dengan deadline ketat, seperti itu juga saya menikmati fase ini.  Keep smile meski hati gondok sama calon suami gara-gara masalah sepele. :) 

Kalau biasanya saya sering bilang ke pembaca, enjoy your read. Kali ini saya akan bilang pada diri saya 'Enjoy your new life'
Begitulah kira-kira. :)  

Salam hangat
dil.se

Sabtu, 13 April 2013

Behind The Scene "Dia Kembali"

Hai...
Kali ini saya akan menjawab beberapa pertanyaan mengenai Dia Kembali. 


Seperti yang pernah saya janjikan, di awal tahun, bahwa akan mereview novel terbaru saya yang diterbitkan secara indie publishing.
Nah, ini dia waktunya. Siapkan alat-alat tempur kalian seperti kopi atau cemilan, atau mungkin batu untuk melempar monitor kalian, jika di tengah-tengah saya mendongeng ini muncul kebosanan. :D

Di sini saya akan menceritakan detail proses kreatif dari penulisan novel 'Dia Kembali' mulai dari awal penulisan hingga akhirnya diterbitkan (secara indie) .

Ide pembuatan naskah ini sebenarnya bukan berasal dari ide murni. Ide muncul setelah saya menonton sebuah sereal asal korea, yang judulnya saya tidak ingat lagi. Saat itu sekitar tahun 2005. Serial 'tanpa judul' itu  bergenre horor. Menceritakan sesosok roh yang terjebak di dunia manusia, yang kemudian meminta bantuan kepada mereka yang masih hidup untuk melakukan sebuah misi yang belum berhasil dikerjakan oleh sang roh. Pada saat itu saya tidak mengikuti serial tersebut, hanya kebetulan menonton tanpa sengaja. 
Nah, karena pada saat itu, saya juga sedang mencari sebuah ide yang bisa dikombinasikan, dengan konflik keluarga. Maka saya coba untuk mengkolaborasikan kedua ide tersebut. Kemudian, saya pun mulai mengkombinasi keduanya. Antara roh dan konflik keluarga.
Untuk permulaan, saya munculkan karakter-karakter yang mendukung dalam cerita itu. Dan muncullah tiga karakter. Aline, Feril dan Abid.

Kemudian, saya buat plot secara terpisah. Mengenai roh Aline dan kehidupan pacarnya bernama Abid setelah ditinggal pergi oleh Aline, dan Feril dengan konflik keluarganya (konflik antara Ayah dan anak). Kemudian setelah membuat konflik masing-masing karakter, ketiga karakter tersebut dipertemukan melalui sebuah misi, yaitu mengembalikan roh Aline yang terjebak di dunia manusia.

Awalnya proses penulisan memakan waktu selama tiga bulan, hingga akhirnya rampung dikerjakan. Draft naskah versi pertama pun selesai. Lalu saya memberikannya kepada sejumlah teman untuk dibaca dan dimintai komentarnya. Tidak hanya berasal dari kalangan teman-teman di sekolah saya, tapi meluas hingga ke sekolah tetangga, dengan dibantu oleh sahabat saya.

Ketika naskah selesai ditulis. Maka saya pun mulai mengirimkannya ke penerbit. Dari sini perjalanan Dia Kembali yang awalnya berjudul "Feril" pun dimulai. Proses demi proses saya lalui demi novel ini. Tapi sayang, selalu kabar penolakan yang saya terima. Draft naskah yang dikembalikan oleh penerbit pun masih tersimpan rapi di tumpukan file. Ada sekitar sepuluh penerbit yang saya tawarkan naskah ini, menolak.
Lalu apakah setelah penolakan itu, naskah saya dinilai jelek hingga dianggap tidak layak untuk di follow up? 
Alasan penolakan dari berbagai penerbit ini pun berbeda-beda. Ada yang mengatakan karena segmentasi pasar yang berbeda. Tapi ada juga yang tidak menyertakan alasan-alasan khusus tentang penolakan tersebut.

Meski Dia Kembali terus mengalami penolakan, saya tidak pernah berhenti berjuang. Saya print, lalu saya kirim lagi, saya print, saya kirim lagi, terus dan berlanjut.


Setiap kali naskah kembali kepada saya, setiap kali itu juga, naskah ini mengalami revisi. Dari tahun ke tahun, naskah ini mengalami perombakan alur dan ide, hingga naskah ini memiliki beberapa versi cerita yang tidak sama tiap kali diubah. Dan akhirnya, terbit dengan versi yang sama sekali jauh berbeda dengan versi saat pertama kali dibuat.

Perombakan itu saya lakukan karena mengingat ada beberapa hal yang mengharuskan saya untuk menyortir ulang alur maupun ide naskah ini. Tidak hanya alurnya yang mengalami perubahan, background dari masing-masing karakter pun mengalami perubahan. Sampai akhirnya, tahun 2012 saya memutuskan untuk mematenkan salah satu versi (the last version) dengan menerbitkan secara indie publishing.

Pertanyaan yang timbul dibenak kalian pasti, kenapa diterbitkan secara indie?
Ada beberapa pertimbangan yang membuat saya akhirnya memutuskan untuk melepaskan impian menerbitkan Dia Kembali di penerbit mayor dan memilih jalur indie sebagai publishingnya. Salah satunya adalah, saya telah memiliki ikatan emosi yang cukup besar di dalam novel ini. Novel ini bukan novel baru yang saya buat, keberadaanya telah lama ada. Saya membenahi novel ini dari tahun ke tahun, bukan hanya sekedar ikatan emosi, tetapi novel ini bisa jadi adalah sebuah proses saya dalam dunia menulis. Proses menulis saya terlihat sangat jelas dari setiap versi naskah yang saya buat dalam novel ini. Singkatnya, tulisan saya berkembang bersama dengan novel ini.

Novel ini memang bukan novel faforit saya. Tapi Dia Kembali memiliki arti tersendiri di hati saya, novel ini menjadi tahap pembelajaran dalam proses menulis.  Jadi untuk mengabaikan draftnya begitu saja hanya karena ditolak oleh penerbit mayor bukan jadi alasan. Saya tetap kekeuh ingin melahirkan naskah ini ke dunia.

Lagipula, saya punya pandangan yang berbeda dalam hal ini. Sama halnya seperti manusia yang mempunyai takdir hidup yang berbeda-beda. Lahirnya setiap buku, juga memiliki jalannya masing-masing. Dan mungkin jalan seperti inilah yang harus dilalui Dia Kembali untuk bisa sampai ke tangan pembaca.  

Dan pada April 2013 ini. Naskah tersebut telah resmi dirilis secara indie publishing.
Anggapan bahwa novel yang diterbitkan secara indie memiliki kualitas yang jauh di bawah novel yang diterbitkan secara mayor. Menurut saya, itu pendapat yang relatif. Dan setiap orang memiliki hak untuk menilai. Dan kapasitas saya tidak untuk mencari seberapa yang suka dan tidak suka dengan karya ini. Tujuan saya menerbitkan buku adalah untuk berkarya. Memberikan sebuah sajian kepada pembaca tentang ide dan pemikiran saya. Ketika akhirnya opini itu muncul, saya anggap sebagai proses belajar untuk melahirkan karya-karya lainnya.

Yang terpenting dari semua itu adalah, saya menulis karena saya ingin berkarya. Apa pun jalan yang ditempuh, hal itu adalah sebuah proses yang harus dilalui.
Dan tidak menutup kemungkinan, suatu hari nanti, dalam prosesnya ada penerbit yang bersedia meminang Dia Kembali. Who know!?  :)
Saya selalu percaya, sesuatu yang dikerjakan dengan sepenuh hati, pasti akan menuai hal yang baik pula.

salam hangat,
dil.se

Selasa, 09 April 2013

The Second News

Sekitar satu setengah bulan yang lalu, saya pernah menjanjikan untuk mengabarkan ada dua berita baik yang akan saya bagi. Berhubung berita pertama sudah saya beritahu (mengenai akan rilisnya anak kedua saya yang bernama DIA KEMBALI), sekarang saatnya saya menginformasikan berita baik kedua. 

TRALAAA.... Apa gerangan itu...?

Berita baiknya, masih seputar buku terbaru. :)

Kira-kira sekitar dua bulan ini saya berkutat dengan naskah untuk novel baru. Dan akhirnya sekarang telah rampung proses penulisannya. Nah, untuk novel yang baru ini, naskahnya akan diterbitkan secara mayor, di penerbit gagasmedia. 

Sekitar bulan januari lalu, saya telah setor ide ke pihak penerbit, dan akhirnya ide itu pun disetujui. Begitu mendapatkan konfirmai deal dari editor pembimbing, saya pun mulai menyusun plot cerita. Setelah proses penyusunan plot selesai dan disetujui, saya pun memulai proses menulis sekitar awal februari. Karena pada saat itu, tidak ada konfirmasi mengenai deadline, maka saya pun mengerjakannya dengan santai, dengan target deadline yang saya tentukan sendiri, yaitu tiga bulan. Karena sambil bekerja, jadi saya tidak bisa sesuka hati lagi jika ingin menulis. Dan baru bisa menulis pada malam dan pagi hari.

Pertengahan maret saat proses menulis, tiba-tiba saya dikejutkan dengan kabar bahwa editor saya ingin memberi deadline penulisan naskah, hingga akhir maret. Tentu saja, saya langsung dibuat kalang kabut, mengingat akhir maret itu menyisakan dua minggu saja. Di tambah naskah yang saya garap, baru selesai beberapa bab. Akhirnya saya pun tancap gas demi memenuhi deadline yang diberikan. 

Finally, naskah itu akhirnya rampung juga, meski sempat molor selama seminggu. Dan sekarang, saya tinggal menuggu konfirmasi dari editor tentang naskah tersebut. Apakah langsung lolos atau justru saya harus melakukan revisi. 
Harapannnya sih, meskipun nanti mengalami direvisi, hanya di beberapa bagian saja, syukur-syukur jika langsung lolos. 

SUN SHINE, judul novel terbaru ini.

Untuk judul, masih tentatif atau bisa berubah. Ketika akan naik cetak, menjadi kebijakan pihak penerbit untuk menyesuaikan nama yang lebih cocok atau mungkin lebih indah lagi dari judul yang saya berikan.
 
Masih sama dengan novel-novel yang sebelumnya, novel terbaru ini juga berlatar kisah remaja dan dramatikanya. Sedikit bocoran mengenai isinya, novel ini terdiri dari dua karakter cewek dan cowok, yaitu Mila dan Riki. 

Seperti apa kisah mereka? 
Nantikan saja kabar selanjutnya yaa..... 

salam 
dil.se



Kamis, 28 Februari 2013

Tentang "Anak Kedua"

Beranda ini telah lama bersarang. Saatnya bersih-bersih. Beberapa waktu hanya sempat meng-update foto-foto travveling yang baru tahun lalu saya lakukan.

Nah, karena kesibukan (yang sok disibuk-sibukin) saya jadi tidak memiliki kesempatan untuk bersih-bersih sekalian menyiarkan informasi-informasi di sini. Dan sekarang berhubung ada waktu (itu juga nyolong-nyolong di tengah waktu bekerja) ada kabar baik sekaligus terupdate yang akan saya bagi buat teman-teman.

Apa itu kabar baiknya?
Ada dua kabar baik yang akan saya sampaikan, tapi untuk sesi ini hanya satu yang akan saya berikan. (hehe... itung-itung bikin rasa penasaran kalian ngegantung) :)

Kabar baiknya adalah..
Naskah yang berabad-abad lalu (baca: tahun lalu) saya janjikan, akhirnya rampung. Dan akan terbit tahun ini. Perkiraan rilis di bulan april. Tapi masih bisa berubah. Karena saat ini saya sedang menunggu sahabat saya (Robin Wijaya) untuk memberikan testimoninya tentang naskah ini. (jadi harap maklum ya. Penulis yang satu itu super sibuk, jadi saya harus menunggu deadlinenya selesai baru deh giliran punya saya di emong)

Novel ini berjudul "Dia Kembali", masih seperti novel sebelumnya, novel ini juga bergenre remaja.  

By the way, berbeda dengan anak pertama yang berhasil di adopsi oleh penerbit di Ibukota sana, anak yang kedua ini, diterbitkan melalui jalur indie publishing. Why? Ada beberapa alasan kenapa saya memutuskan untuk menerbitkan melalui jalur indie, setelah yang saya lakukan untuk memperjuangkannya. Nanti akan saya ceritakan di the next blog begitu naskahnya siap cetak ya... (janji). Intinya, saya percaya, setiap karya mempunyai jalannya masing-masing, sama halnya seperti manusia yang juga memiliki takdir, karya pun demikian, memiliki takdirnya sendiri-sendiri. Yang terpenting dari semuanya adalah, saya berusaha melakukan dan memberikan yang terbaik bagi karya-karya saya.
Pada akhirnya, mau seperti apa pun jalur yang ditempuh anak saya ini, saya yakin, di luar sana pasti telah banyak yang menanti.

So, yang jadi harapan saya adalah kalian tetap menanti kedatangannya, suka dan pasti menikmatinya.

Wel, untuk pemanasan, Saya berikan cuplikan sinopsis beserta dengan wajahnya. Ini dia...  


"Mereka mengira ini bohong. Tdak masuk akal. Tapi kehadiranku ada. Di antara kalian. Di tengah-tengah kalian. Sebuah napas yang menjelma dalam kasat. Sebuah jiwa yang menggantung dalam harapan.
Aku bertemu dia.
Lalu kusadari, hanya dia yang tahu. Hanya dia yang merasakanku. Apalagi kebahagiaan yang ingin aku cari?
Aku membutuhkan dia. Untuk jiwaku. Untuk menuntaskan milikku. Menyelamatkan seseorang dari kehancuran.
Dan menyelamatkan diriku.
Karena... Hanya dia yang bisa...   


And then....
Tinggal kalian yang bebas menilainya.


Salam.
dilse

Senin, 26 Desember 2011

Terpilih 'Surat untuk Ibu'

Freinds, ini dia dua surat yang terpilih dalam kuis 'surat untuk ibu'. 
Bagi yang sudah bergabung terimakasih untuk keikutsertaannya. Jangan kapok untuk ikutan lagi ya. 
Congrats untuk surat yang terpilih. 

Meskipun hari ibu sudah berlalu, semoga bacaan ini bisa tetap kalian nikmati. 
Happy reading. :) 

salam 
dil.se


***

Terpilih 1

by Leanita Winandari

Selamat malam, Ibuku sayang. Mungkin surat ini takkan pernah sampai padamu, takkan terbaca meski hanya segaris kalimat. Bukannya tak ada jalan untuk mewujudkannya, hanya saja aku terlalu malu—atau tepatnya gengsi—untuk menyerahkannya padamu, membiarkan kau membacanya.
 Dua puluh tiga tahun lebih lima bulan. Dan selama itu kita berbagi udara yang sama, berpijak di bumi yang sama. Waktu sudah jauh berjalan, bukan? Aku sendiri merasa demikian. Ini terlalu cepat.

Selama ini, kita memang tidak bisa dibilang punya hubungan yang intim. Semua berjalan biasa-biasa saja, seolah ini hanya sebuah keniscayaan yang harus kita terima. Kita terlalu jarang berbagi cerita. Selepas melakukan aktivitas di luar seharian, aku tak pernah bercerita padamu bagaimana hariku. Aku tahu, kau berharap aku duduk di sampingmu dan memulai cerita. Tapi satu-satunya kalimat yang sering meluncur dari bibirku adalah: aku capek. Dan kamu diam, mengerti bahwa apa yang kulakukan di luar hampir menguras seluruh tenaga yang kumiliki. Aku pun pergi ke kamar mandi, kemudian masuk kamar, membaca buku, lalu tidur sekitar pukul sebelas malam. Begitu setiap harinya. Pun di hari libur, kegiatanku hanya itu-itu saja: membersihkan kamar, mencuci baju, membaca buku, menonton DVD, menulis sebentar dan tidur. 
 Hanya sedikit waktu yang kuluangkan bersamamu. Terkadang aku ingin merubah semua, melakukan hal di luar kebiasaan. Ah ya, tapi setiap perubahan membutuhkan pengorbanan. Dan sampai sekarang, aku belum sanggup mengorbankannya. Tapi aku bersyukur, di luar waktu-waktu yang belum kumiliki itu, kita masih bisa pergi berbelanja ke pasar di Minggu pagi dan sesekali menemanimu memasak di dapur sebelum aku berangkat kerja.
Sepertinya, memang ada waktu yang khusus yang bisa kita nikmati sendiri dan bersama.


Ibu, apa kau ingat saat pertama kali kau bercerita tentang sebuah negara yang terletak di bawah permukaan air laut? Saat itu, aku masih berusia enam tahun, hanya dua tahun sebelum aku membuka buku Sejarah Nasional Republik Indonesia. Mereka 'mengeringkan' air laut, membangun bendungan besar dan kanal-kanal untuk mengalirkan air-air laut agar tak meluap dan membanjiri tanah mereka yang baru. Aku diam sambil mendengarmu bercerita, bertanya-tanya pada diri sendiri bagaimana mungkin mereka melakukan semua itu. Tanpa kausadari, saat itu kau menumbuhkan sebuah impian yang bahkan bertahan hingga saat ini. Suatu saat, aku harus menginjakkan kakiku di sana. Melihat dengan mata kepala sendiri seperti apa bendungan yang terbentang di sepanjang pesisirnya.
Rasanya menyenangkan sekali memiliki satu mimpi yang bertahan sementara mimpi-mimpi yang lain harus atau terpaksa kulepas. Saat beberapa tahun yang lalu aku mengatakannya padamu, kamu hanya menganggapinya dengan dingin. Tapi satu hal yang kuyakini: di sana, di dalam hatimu, ada sebuah doa yang tak pernah kudengar. Ya, Ibu, aku tahu. Kau mengamini setiap cita-citaku, mimpi-mimpi absurd-ku meski semua itu terlihat tidak mungkin. Aku tahu, selama aku percaya pada mimpi-mimpiku, selama itu juga kau akan terus mengamininya.

 Ibu, mungkin kau masih bertanya-tanya tentang kejadian Juni tahun lalu. Kau hanya tahu setengahnya, itu pun bukan diriku sendiri yang bercerita. Kau tahu tanpa sengaja tiga bulan setelahnya. Dan saat kau mencoba mengorek keterangan dariku, aku justru bungkam. Bukannya aku tak mau berbagi denganmu. Hanya saja, aku tidak mau membicarakannya—sampai sekarang pun, tidak. Aku merasa lebih nyaman berbagi dengan sebuah notebook, atau sedikit berbagi di blog pribadi. Maafkan aku untuk hal ini. Bukannya aku tak percaya padamu, tapi lebih kepada rasa tidak inginku untuk berbagi hal-tidak-menyenangkan padamu. Kurasa, kau tahu dari mana aku mendapatkan sifat ini. Darimu, tentu saja.


Ah, sudahlah. Kurasa ini bukan hal yang patut diperbincangkan di sini. Toh, seperti kataku tadi, aku tak mau membicarakannya lagi. Soal mengenang, itu persoalan lain. Bukankah kita tidak bisa memilih kepingan memori mana yang tiba-tiba menyeruak dan memaksa untuk diingat?
Ibu, aku tidak tahu bagaimana caranya mengungkapkan bahwa aku sungguh bersyukur memiliki ibu sepertimu. Kau tak pernah mengeluh ketika aku tiba-tiba diserang rasa malas, dan kau terpaksa mengambil alih pekerjaan rumah yang semestinya menjadi kewajibanku pada setiap hari libur. Kau juga tak pernah mengomel jika pada satu dini hari yang dingin aku membuatmu terjaga dari lelap karena teriakan spontanku ketika menonton pertandingan sepakbola. Aku bersyukur karena kau selalu ada di sampingku di saat-saat sulit, sementara yang lain justru berjalan menjauh.


Ibu, aku tahu, ini takkan cukup mewakili seluruh kata yang berjejalan di otakku. Tapi aku cuma ingin kau tahu, Ibu. Meski mungkin takkan bisa sebesar kasih sayangmu padaku, aku begitu menyayangimu. Dan sampai kapan pun, aku terus berusaha membuatmu tersenyum.

Selamat malam... :)


 P.S: Kau tahu? Aku selalu memimpikan satu hari bersamamu di Lisse. Keukenhof, Ibu. Tempat terindah di dunia pada saat musim semi. Kita bisa melihat hamparan tulip dan daffodil dengan bermacam-macam jenis dan warna. Mungkin kamu bertanya-tanya, mengapa aku ingin melewatkannya bersamamu. Aku pecinta musim gugur, Ibu. Tapi setiap meliat bunga merekah, aku selalu bisa mengingat senyummu. Dan kau pasti ingat, kau lah yang mengajariku berkebun dan menyayangi bebungaan di setiap sudut halaman rumah kita saat aku kecil. 

***


Terpilih 2

by Sri Sulistyowati

Dear, Mom


Hai ibu, sudah berapa lama kita tidak bertemu? Coba aku hitung mundur, sekarang aku sudah lulus kuliah dan sedang berjuang mencari pekerjaan yang susahnya minta ampun. Ketika kau pergi aku masih duduk di kelas tiga SMA dan sekarang aku tepat berusia 23 tahun! hmmm, hampir lima tahun lah, rasa kangen sudah tidak dapat ditampung lagi, sudah meleber kemana-mana.


Banyak sekali yang kau lewatkan selama kau pergi, salah satu contoh yang sangat mencolok adalah kau melewatkan masa pertumbuhan anak-anakmu. Kau tidak melihat kakak lulus kuliah, bekerja yang gajinya bikin iri. Kau tidak melihat aku lulus SMA dimana sepanjang aku sekolah, masa itulah aku benar-benar serius sekolah, belajar mati-matian, les di beberapa tempat sekaligus, selalu pulang sore, tidak ada waktu bermain, itu semua demi membuatmu bangga, aku tidak ingin mengecewakanmu. Kau juga tidak melihat aku kuliah sampai lulus. Dan yang terpenting, kau melewatkan pertumbuhan anak kesayanganmu, adik lelakiku yang selalu kau cari-cari ketika hampir magrib dia tidak pulang-pulang. Dia tetap bandel, masih suka maen sampai sore bahkan tidak jarang sampai malam, dia hampir mau lulus STM. Aku jadi kangen dengan kecerewetanmu dalam menyuruh dia di rumah. Dengan “jam dolannya” yang lumayan padat, aku bersyukur dia tidak lepas kendali, ibu.
 

Aku sadar aku bukan anak yang baik, suka membantah perkataanmu, selalu menunda-nunda bila kau suruh mengerjakan sesuatu, aku bukan masuk anak teladan, anak impian setiap orang tua. Aku benci ketika kau membanding-bandingan aku dengan anak tetangga kita yang kau sebut sebagai panutan. Aku tidak suka bila disama-samakan dengan orang lain, semakin kau menuntut, aku akan semakin melawan. Yah, mungkin itu bagian dari proses pendewasaan karena waktu itu aku masih remaja, masih mencari jati diri, atau lebih tepatnya aku ingin menjadi diriku sendiri. Aku tahu kau ingin aku menjadi anak yang rajin, pandai, baik, anak emas di mata keluarga atau pun orang lain. Percayalah, aku tidak perlu mendapatkan semua predikat itu dari mencontoh orang lain, aku mendapatkan semua itu justru darimu, ibu.

 

Aku ingat, ketika aku masih kecil dan sedang kau boncengkan dengan sepeda mini, kakiku terkena ruji sepeda. Kau langsung meminta obat merah di rumah terdekat lalu mengikat kakiku di sedel agar tidak terkena lagi. Aku tahu, kau akan selalu melindungiku.


Aku ingat, sejak kecil, dari SD kau selalu menyuruh kami, anak-anakmu yang tidak tahu diri ini mengerjakan pekerjaan pribadi seperti menyisir rambut, mencuci, menyetrika baju sendiri, dll. Aku tahu, dari itu kau mnegajari kami untuk mandiri.


Aku ingat, sejak kecil kau selalu memberi kami uang saku yang sangat pas-pasan, aku tidak bisa membedakan apakah kau ibu yang pelit atau terlalu berhemat. Katamu kami harus belajar hidup susah biar kalau suatu waktu kami jatuh miskin, kami tidak kaget. Uang saku teman-temanku hampir 2-3 kali lipat dari uang yang kau berikan untuk jajan, dan kau menerapkan peraturan ini sampai SMA. Aku tahu, dari kebiasaan itulah kau mengajariku untuk bisa menyisihkan uang, berhemat dan belajar menabung. Setelah lulus SD aku sudah mempunyai tabungan di Bank sendiri.


Aku ingat, kau selalu memaksaku untuk membantumu memasak di dapur, dan aku selalu mengeluh. Kau selalu bilang seorang wanita itu wajib bisa memasak, selain untuk kehidupan berkeluarga nanti, aku tidak perlu bergantung pada warung makan. Kau juga tidak menyukai adanya pembantu di rumah. Kau seperti berkata, ” Kalau kita bisa mengerjakan sendiri pekerjaan yang sepele, kenapa harus merepotkan orang lain?” Oh ya, jujur saja ya ibu, kadang aku tidak terlalu suka masakanmu, kau tidak sehebat Farah Quinn (padahal aku juga belum nyoba masakannya) dan itu menurun padaku sampe sekarang yang kurang ahli dalam masalah dapur. Tapi, sampe sekarang kering jengkolmu yang super pedas itu belum ada yang menandingi!


Aku ingat, sewaktu aku lulus SD, aku memutuskan untuk mengikuti kepercayaanmu. Kejadian itu membuat ayah sangat murka, yah dia memang kolot sekali waktu itu, semua anaknya harus mengikuti kepercayaannya. Mungkin aku lebih dekat denganmu sehingga aku selalu mencontoh apa yang kau lakukan. Seperti seorang laiki-laki yang terperangkap pada tubuh wanita, keyakinan itu sudah melekat pada diri sendiri, kita tidak bisa mengingkarinya, maka jadilah aku seorang mualaf. Lalu ayah mengancam tidak akan memperdulikanku lagi dan tidak akan membiayai hidupku lagi. Sikap kerasnya pun menurun padaku, aku tetap memilih jalan sepertimu, ibu. Dan aku sangat ingat apa yang kau katakan padaku, “Masih ada aku yang bisa membiayaimu.” Hampir tiga tahun hubunganku dengan ayah putus, masih dalam satu rumah, syukur waktu aku SMA dia bisa menerima perbedaan yang aku pilih. Aku tahu, kau akan selalu ada di sampingku, mendukungku, kau adalah benteng yang akan selalu melindungiku.


Aku ingat, sejak kecil aku mempunyai masalah dengan kendaraan umum, mabok kendaraan parah. Tapi kau mematahkannya dengan menyuruhku untuk membiasakannya. Mulai SMP aku sekolah di mana letaknya harus ditempuh dengan kendaraan umum, kau mengantarkanku ke tempat pemberhentian bis, menunjukkan bis yang benar, dan menyuruhku membawa plastik kalau sewaktu-waktu penyakitku itu kambuh. Awalnya agak parno juga karena mabok kendaraan itu benar-benar nggak enak tapi karena setiap hari aku mulai ritual naik kendaraan umum, mau nggak mau harus menjalaninya dan ajaibnya penyakitku itu tidak pernah kambuh selama sekolah (yah, kadang kambuh sih kalau kendaraanya bau dan ada orang mabuk juga disampingku). Aku tahu, kau mengajariku untuk mengatasi masalah apa pun, seberat apa pun itu.


Aku ingat, waktu pelajaran agama di kelas satu SMA, ada ujian membaca Al-Qur’an, tentu saja aku tidak bisa karena aku tidak pernah mengikuti TPA. Sepulangnya dari sekolah aku menagis dan mengadu padamu. Kau langsung meminta bantuan tetangga kita yang seorang guru agama untuk mengajariku mengaji. Setelah itu, setiap habis magrib aku belajar mengaji gratis padanya. Aku tahu, kau akan selalu ada untuk menolongku, kau akan melakukan apa pun untuk anak-anakmu.


Sejak kau pergi, keluarga ini keteteran. Tidak ada yang memasak untuk kami, tidak ada suara ceewetmu, tidak ada perintah-perintah yang selalu aku abaikan, tidak ada kulucuanmu, kekonyolanmu kalau menonton tivi, tidak ada dirimu disampingku.

Besar sekali efek yang kau tinggalkan ketika kau pergi. Ada kejadian yang kami alami dan terlihat sekali kalau kami sangat butuh kehadiranmu. Waktu itu kakak terserang Demam Berdarah, sangat sangat perlu diawasi keadaanya. Aku sudah memasuki bangku kuliah, adik tentu tidak mengerti apa-apa, hanya ada ayah yang tentu juga sibuk akan pekerjaanya. Ayah terlihat bingung dan kerepotan mengurus semuanya. Untungnya aku sedang praktek di rumah sakit yang sama sehingga bisa membantu mengurus kakak. Saking capeknya mengurus kakak yang sering minta di antar ke kamar mandi yang tak kenal waktu (dia disuruh minum yang banyak agar tidak dehidrasi dan dia tidak mau di pasang selang pipis), tentu itu menjadi tugasku karna kami sama-sama perempuan. Aku capek lahir batin, habis praktek langsung mengurus kakak, hampir tidak ada waktu istirahat, aku marah padanya, bilang kenapa harus sakit segala dan sangat itu sangat merepotkan. Dia langsung menagis, aku melihat ayah memalingkan muka dan diam saja. Tapi aku tahu, dia menahan tangis, dia tidak ingin terlihat lemah di mata anak-anaknya, dia harus kuat agar anak-anaknya juga kuat. Dan alhamdulillah Tuhan memang Maha Melihat, ada sepupu yang membantu kami.


Selain itu, efek yang kau tinggalkan pada diriku adalah aku gampang menagis, cengeng. Tiap lihat keharmonisan keluarga, kasih sayang ibu ke anaknya, acara-cara di tivi yang menjual air mata, sangat menyentil perasaanku. Bahkan dulu aku sempat berandai-andai kalau bisa melihat hantu, aku ingin sekali bertemu denganmu. Aku selalu heran kenapa ada panti jompo, kalau untuk yang tidak mempunyai keluarga lagi aku sangat setuju tempat itu ada, lah kalau anak-anaknya masih utuh aku benar-benar mengutuknya! Apa susahnya sih mengurus mereka, toh mereka tidak merepotkan seperti kita masih bayi. Mereka tidak butuh apa-apa selain dekat dengan anak-anaknya. Jadi, sungguh disayangkan kalau mereka malah ingin jauh-jauh dari orang tua karena sudah mempunyai keluarga sendiri. Mungkin mereka harus mengalami, merasakan sendiri seperti aku, menyadari betapa sakitnya kehilangan orang tua. Sebelum terlambat, sering-seringlah menengok ibu, menelepon dia, menanyakan kabarnya setiap hari, peluk dia dan cium dia.


Walaupun sangat menyakitkan, ibu, kehilanganmu membuat aku menjadi lebih dewasa. Belajar menerima sesuatu yang buruk, mengurus rumah, lebih menyayangi ayah, kakak dan adik. Ayah sangat setia padamu, tapi aku juga tidak tahan melihat dia sendiri, seorang duda beda dengan janda, mereka tidak bisa mengurus diri sendiri, itu juga terlihat di diri ayah. Selain itu, aku juga jarang di rumah. Aku setuju ketika ayah ingin menikah lagi, sudah hampir setahun ini aku mempunyai ibu tiri dan syukur dia tidak sejahat ibu tiri-nya Cinderella atau yang terlihat di sinetron-sinetron. Dia tidak akan bisa menggantikanmu, tidak akan pernah. Tapi dia akan selalu ada ketika ayah membutuhkannya baik sehat atau sakit.


Apa lagi yang aku ingat lagi tentang dirimu? Senyum, marah, bawel, lucu, malu-maluin, menggurui, otoriter, rambutmu yang mulai memutih, kerutanmu, semua tentang dirimu akan selalu aku ingat, ibu.

Aku bisa mendapatkan ilmu dari pelajaran di sekolah, tapi aku mendapatkan pelajaran hidup darimu, ibu, ibu, ibu.


Dari anakmu yang sudah tumbuh dewasa :)

*** 
 


Minggu, 25 Desember 2011

Dear, you

Alow freinds...

Menjawab beberapa pertanyaan yang sering mampir di twitter dan facebook, sekedar untuk memuaskan rasa penasaran pembaca Heaven on Earth, sekarang saya akan menginformasikan, saat ini saya sedang 'sok' sibuk mengerjakan dua draft novel, dengan judul yang berbeda.

Saya punya beberapa alasan kenapa ngoyo untuk menyelesaikan dua draft ini. Pertama, karena saya sedang di landa euforia banjir ide (wah belagu), sehingga membuat unsur-unsur keserakahan menyerang jiwa dan raga. Haha.

Kedua, ada ketakutan dalam diri saya untuk beberapa bulan ke depan, saya tidak akan sempat menyentuh draft-draft itu dikarenakan sibuk mengurus draft yang lain alias tugas akhir. Just info, kalau lancar tahun depan saya sudah akan mengerjakan skripsi (ck, promosi apa curhat?). Sudah pasti, tugas negara yang satu ini akan lebih saya utamakan.

Dan yang ketiga, saya merasa tidak rela untuk mengabaikan 'mereka' tokoh-tokoh yang ada di dalam sana untuk menunggu saya menyelesaikan tugas negara. Tentunya saya nggak mau dong, mereka saban malam akan menggentayangi saya gara-gara nasibnya yang di gantung. (oke, yang ini memang berlebihan)

Saya rasa ketiga alasan itu cukup untuk membuat saya kekeuh untuk tetap melanjutkan misi maruk ini. :)

Draft pertama sudah berjalan 95%. Sementara untuk draft kedua, saya masih harus berjuang keras, karena draft ini masih dalam proses referensi dan pematangan plot.



Dua draft yang saya buat ini, dari segi tema sangat bertolak belakang. Tapi masih tetap dalam satu genre yang sama. Masuk dalam kategori genre remaja.
Akan ada unsur-unsur berbeda di dalam dua draft ini. Bukan bermaksud untuk membuat penasaran, karena saya tidak akan menjabarkan isi cerita kedua draft ini secara keseluruhan. :D Tapi saya akan sedikit memberikan gambaran tema kedua draft ini.

Dalam draft pertama, saya mengangkat tema tentang dua sisi dunia yang berbeda, antara nyata dan dunia gaib. Dimana kedua tokohnya akan saling berbenturan dengan terhubung satu konflik. Cukup! :)


Next, draft, bertema science fiction dengan mencampurkan bumbu-bumbu action di dalamnya. Lebih tepatnya cerita ini menggambarkan tentang sebuah petualangan. Cukup!
Untuk tema yang satu ini, jujur ini adalah genre baru yang saya coba, diluar kisah romance remaja. 

Kedua draft ini akan saya kejar untuk selesai tepat pada waktunya, sebelum tugas negara di mulai. Jadi mohon doanya ya. :D

Lalu, pertanyaannya, kapan akan terbit?
Let's see. Kita tunggu saja, karena saya pasti akan selalu mengusahakannya.

So, gimana? Sudah puas? Atau malah tambah penasaran?
*_^

Salam
dil.se