Rabu, 04 Agustus 2010

What's going on... for they?

"......."


"......."

Duduk saya di depan pintu sore itu sambil menghabiskan isi dalam piring. Cuaca tidak panas, juga tidak terlihat mendung, benar-benar suasana sejuk yang menyamankan hawa gerah setelah seharian bergelut di atas kasur. Suapan demi suapan ikut mengajak pikiran saya berkelana kemana-mana.


Dalam semilir hawa yang meniupkan angin itu, sesekali saya memandangi ke atas langit, sejenak saya merasa benar-benar kesepian.


Sepi yang kemudian mengawangkan pikiran saya ke sebuah pulau diseberang sana. Dimana ketika saya di tempat itu, dalam waktu yang sama ini, yang saya lakukan adalah duduk di depan kasir melayani pembeli yang berbelanja di toko saya, sekejab kerinduan menelusup masuk, bukan hanya pada aktifitas itu, tetapi juga dengan mereka yang saya tinggalkan.


Otak saya pun kemudian berbicara, "pasti sekarang mama lagi ngasir." sebuah senyum lirih saya hadirkan untuk angin yang terus menerpakan kesejukan ke tubuh.


Saya ajak kembali pikiran yang berkelana tadi untuk menemui raganya. Saya masukan suapan terakhir ke mulut, maka selesailah saya menjalankan tugas mengisi perut. Tapi selepas itu, saya enggan untuk beranjak dari depan pintu. Saya biarkan pikiran saya menyatu sejenak dengan heningnya alam sore.


Lagi-lagi tiupan angin itu kembali mengajak saya bermain-main, saya pun kemudian larut dalam lamunan senyap, melenakan diri memandang langit.


"kenapa saya di sini?" pertanyaan itu tiba-tiba menggema dalam otak.

Beberapa saat pertanyaan itu hanya mengambang tanpa jawab.

Sampai akhirnya suara hati kecil saya berbisik, menegur dengan peringatan halus.

Sesaat saya merasa seperti anak yang tidak tahu diri. Sementara di sini bersantai, orang tua saya menguras tenaga yang telah menua untuk saya, demi melihat keinginan saya melanjutkan studi di luar kota terwujud. Jika pun itu adalah tanggung jawab bagi orang tua untuk menyekolahkan anak-anaknya, tapi berflashback dari yang sudah-sudah.


Saya begitu kejam memaksakan mereka mengeluarkan biaya lagi, saya ulangi, BiAYA LAGI untuk kuliah again. Tidakkah saya sekeji perampok...????


bayangan bapak saya yang bertubuh kurus dengan sebagian kulit mulai legam terserang sinat matahari, mengaburkan pandangan saya. tidakkah wajah setua itu harusnya duduk di rumah, bersantai dengan secangkir teh (tanpa harus ada puyer sakit kepala yang rutin dijajalnya). bukankah beliau harusnya menikmati masa tua dengan melihat satu per satu anaknya yang mulai dapat berdiri sendiri tanpa lagi harus ditanggung jawabi oleh si bungsu ini lagi?
bukankah beliau tak harus lagi ikut antri dalam jejeran panjang nasahab bank untuk setoran penjualan toko. atau bisakah beliau duduk tenangsaja di rumah, tanpa harus pergi mengurus ini dan itu... ?
dan banyak bukankah harusnya beliau lain yang sekejab menorehkan rasa nyeri di ulu hati saya.


kemudian, perempuanberkerudung yang meski usianya menjelang 50 tetap gesit melakukan pekerjaannya dalam dua tempat sekaligus. di toko dan dapur .. tidakkah harusnya beliau juga hanya menguras suaminya? duduk bersebelahan, menikmati setiap santapan makan siang, malam bersama-sama?


tidakkah mereka seharusnya tidur dengan ketenangan hati, ketika malam menjelang, tanpa harus memikirkan apakah si bungsu ini sudah tidur dengan perut kenyang di rantauan sana.

jatuh air mata saya dengan semua TIDAKKAH dan HARUSNYA yang tidak bisa mereka nikmati seharusnya saat ini! andai kata, saat ini saya tak lagi melanjutkan sekolah, mungkin sekarang beban mereka ringan, karena bungsu telah mencoba hidup dari hasil keringat sendiri.

tapi setiap jalan dan keputusan pasti ada sisi yang di korbankan!

lantas, terbesit dalam benak saya, adakah sesuatu yang telah saya lakukan untuk memunculkan kebanggan di hati mereka?

tidak. tidak ada.
padahal dalam setiap doa. saya selalu ingin membanggakan mereka.


mungkin bagi para orangtua, melihat anak mereka tumbuh dengan baik adalah sebuah kebanggan tersendiri karerna didikan mereka telah berhasil!

dalam jerit hati ini, kemudian timbul perasaan ingin kembali untuk mereka, untuk semua yang tidak mereka dapatkan jika saya berada di sini. menggantikan kebanggaan yang belum bisa diberikan dengan kalimat meringankan beban mereka.



tapi, bukankah jika saya kembali saat ini, itu justru hanya akan menghancurkan keoptimisan mereka terhadap saya. sejauh ini sudah saya berjalan... bila hasilnya juga sia-sia... bukan meringankan yang saya berikan, tapi kekecewaan total yang mengenaskan.

tidak. saya tidak inginkan hal itu... saya ingin melihat mereka tersenyum suatu harti nanti, dalam bentuk dan versi apapun!

maka kemudian, keteguhan saya semakin membumbung tidak akan pulang dalam kehampaan. melihat si bungsu ini mengenakan toga suatu hari nanti, adalah kebanggan dalam wujud lain yang bisa saya berikan.

semoga mereka diberikan umur panjang, hingga suatu saat nanti mereka kan tersenyum dengan kebanggaan sempurna yang saya berikan dalam bentuk dan versi apapun!

amin!

salam

dil.se

1 komentar:

  1. by : abdurrahman

    ane bukan laki - laki cengeng
    tapi ente dah berhasil buat ane bersedih
    ( termehek - mehek nich )
    ^_^

    btw mu makan apa smape sampe sugesti gitu...
    jangan - jangan sambil hisap narkoba yah hehehe
    becanda.

    yah semoga jadi orang yah de bukan HANTU, AMIN.
    ^_^ hehehe,
    supaya bapak dan ibu bisa nyantai di rumah
    seperi yang di harapkan si bungsu.

    BalasHapus